Welcome

welcome

 

Thursday 23 April 2015

Contoh Makalah Tentang Dampak Gerakan Mahasiswa Solo dalam Menurunkan Soeharto Tahun 1998



A.   Pendahuluan
a.     Latar Belakang
Kepemimpinan Soeharto adalah masa yang paling lama menjabat menjadi presiden. Di Indonesia Soeharto menjabat menjadi presiden selama 32 tahun. dari masa ke masa Soeharto dipercaya oleh masyarakat. Orde baru adalah masa setelah berhentinya masa orde lama yang dipimpin oleh Soekarno. Orde baru merupakan masa saat Soeharto menjabat sebagai presiden Indonesia. Pada pertengahan tahun 1997, terjadi banyak krisis ekonomi di Asia, termasuk juga di Indonesia. Krisis ini disebabkan oleh keterikatan sistem ekononi Indonesia atau global dimana IMF, Bank Dunia, dan lembaga keuangan lain yang menjadi salah satu sumber keuangan Indonesia dalam pembiayaan pembangunan nasional. Krisis ekonomi ditandai dengan jatuhnya nilai mata uang rupiah bersamaan dengan melambungnya nilai mata uang dollar serta diikuti dengan melambungnya harga-harga kebutuhan sembako, harga minyak, gas dan komoditas ekspor lainnya yang semakin jatuh. Juga pada pemerintahan Soeharto, dimana terjadi inflasi mencapai 700% sehingga mata uang Indonesia melonjak dan harga dollar sangat tinggi,
Melihat perekonomian Indonesia yang sangat melemah itu, timbul gerakan mahasiswa untuk menurunkan Soeharto sebagai Presiden Indonesia. Soeharto sudah terlalu lama menjabat sebagai presiden RI, yakni selama 32 tahun. Gerakan Mahasiswa Indonesia 1998 adalah puncak gerakan mahasiswa yang ditandai dengan tumbangnya orde baru dan lengsernya Presiden Soeharto dari kursi kepresidenan, tepatnya pada tanggal 21 mei 1998. Gerakan diawali dengan terjadinya krisis moneter di pertengahan tahun 1997. Harga-harga kebutuhan melambung tinggi, daya beli masyarakat pun berkurang. Tuntutan mundurnya Soeharto menjadi agenda nasional gerakan mahasiswa. Gerakan mahasiswa dengan agenda reformasi mendapat simpati dan dukungan dari rakyat.

b.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana kepemimpinan Soeharto saat menjadi Presiden Indonesia saat itu?
2.      Apa saja penyimpangan Orde Baru?
3.      Bagaimana kronologi dari aksi mahasiswa Solo dalam melengserkan Soeharto?
4.      Dampak apa yang ditimbulkan saat itu?
5.      Bagaimana terjadinya pelengseran Soeharto?

c.      Tujuan
1.      Menjelaskan tentang pemerintahan Soeharto dan penyimpangannya.
2.      Menjelaskan aksi mahasiswa Solo dalam melengserkan Soeharto.
3.      Menunjukkan dampak yang ditimbulkan setelah terjadinya aksi mahasiswa.
4.      Menjelaskan tentang pelengseran Soeharto.
5.      Menjelaskan tentang peranan mahasiswa setelah masa orde baru dan pasca Orde Baru.

 B.   Pembahasan
·         Kepemimpinan Soeharto
Soeharto menggagas konsep Trilogi Pembangunan, yakni  pertumbuhan ekonomi, pemerataan ekonomi dan stabilitas politik untuk mensukseskan agenda pembangunan nasional ala Orde Baru. Soeharto lalu disebut sebagai Bapak Pembangunan. Langkah pertama membangun ekonomi adalah mengupayakan pertumbuhan ekonomi sebab hal itu merupakan parameter/indikator penting untuk mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi nasional. Pertumbuhan secara otomatis akan menghasilkan pemerataan dalam pembangunan. Konsep Trickle Down Effect percaya, hasil-hasil pertumbuhan secara alami akan didistribuskan secara merata ke seluruh masyarakat melalui mekanisme tetesan/rembesan ke bawah. Tampak, penguasa Orba memadukan pendekatan keamanan (security approach) dan pendekatan kesejahteraan (prosperity approach) untuk memastikan agenda pembangunan nasional berjalan sukses.
Tetapi itu tidak membuat kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, yang terjadi justru sebaliknya. Pembangunan Orde baru hanya menciptakan kesenjangan ekonomi (economic gap) antarwarga. Jumlah orang miskin terus menanjak naik, sementara jumlah orang kaya hanya segelintir. Distribusi kekayaan nasional hanya dikuasai dan berputar di sekitar pusaran kekuasaan penguasa Orba dan kroni-kroninya. Kaum kaya bisa dipastikan adalah mereka yang memegang kekuasaan atau para pengusaha yang dekat dengan penguasa. Orang kaya jaman Orba adalah mereka yang memiliki kedekatan dan punya akses ke penguasa Orba. Kekayaan pengusaha Orba diperoleh karena adanya katabelece atau privelese (keistimewaan khusus) dari penguasa Orba. Sebagai imbalannya, penguasa menerima upeti dari pengusaha. Ororitas bisnis mengalir dari penguasa ke pengusaha, uang pengusaha mengalir ke atas masuk rekening pejabat negara. Bersamaan dengan itu, praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) merajalela akibat penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power).
Perlahan-lahan Soeharto berubah menjadi penguasa totaliter. Posisi Presiden menjadi sakral dan dikultuskan, hingga pantang dikritik. Implikasinya, bukannya berhasil membangun demokrasi dan mewujudkan kesejahteraan-keadilan, Orba justru memperlebar kesenjangan ekonomi, memiskinkan rakyat dan memasung demokrasi.  Kediktatoran militeristik ala Orba telah menghilangkan peranan dan partisipasi rakyat dalam pembangunan. Padahal demokrasi adalah prasyarat bagi lahirnya partisipasi rakyat dalam pembangunan. Melalui mekanisme kontrol dan partisipasi publik, rakyat bisa mengawasi-mengawal proses pembangunan agar berjalan on the right track.

·         Penyimpangan Orde Baru
Bentuk-bentuk penyimpangan UUD 1945 pada masa Orde Baru meliputi, antara lain:
1.      Terjadi pemusatan di tangan Presiden, sehingga pemerintahan dijalankan secara otoriter.
2.      Berbagai lembaga kenegaraan tidak berfungsi sebagaimana mestinya, hanya melayani keinginan pemerintah (Presiden).
3.      Pemilu dilaksanakan secara tidak demokratis, pemilu hanya menjadi sarana untuk mengukuhkan kekuasaan Presiden, sehingga Presiden terus menerus dipilih kembali.
4.      Terjadi monopoli penafsiran Pancasila, ditafsirkan sesuai keinginan pemerintah untuk membenarkan tindakan-tindakannya.
5.      Pembatasan hak-hak politik rakyat, seperti hak berserikat, berkumpul, dan berpendapat.
6.      Pemerintahan campur tangan terhadap kekuasaan kehakiman, sehingga kekuasaan kehakiman tidak merdeka.
7.      Pembentukan lembaga-lembaga yang tidak terdapat dalam konstitusi, yaitu kopkamtib yang kemudian menjadi Bakorstanas.
8.      Terjadi Korupsi Kolusi Napolisme (KKN) yang luar biasa parahnya sehingga bisa merusak segala aspek kehidupan, dan berakibat pada terjadinya krisis multimensi.

·         Aksi mahasiswa Solo
Aksi mahasiswa Solo untuk menuntut reformasi dimulai pertama kali tanggal Kamis, 5 Maret 1998. Ratusan mahasiswa yang menamakan diri Solidaritas Mahasiswa Peduli Rakyat (SMPR) UNS berunjuk rasa di Buvelar Kampus UNS. Dalam artikel berjudul Gerak Reformasi Mahasiswa Solo dalam koran Solo Pos Maret 1998, dapat dilihat mahasiswa UNS dan UMS melakukan demo untuk pertama kali yang diikuti ribuan massa dan didukung segenap sivitas akademika. Di UNS, 5000 mahasiswa mengikuti aksi mimbar besar yang bebas yang digelar di Keluarga Mahasiswa UNS didepan Gedung Rektorat Kampus Kentingan. Rektor Prof. Drs. Haris Mudjiman MA, serta sejumlah dosen dan alumi UNS turut mendukung aksi. Sedangkan di UMS , sekitar 5000 mahasiswa unjuk rasa di depan kampus Pabelan. Rektor UMS Prof. Drs. H Dochak Latief juga turun memimpin demo. Semenjak itu demo di Solo mulai marak.
Situasi politik nasional belum bisa membuat menambah bara aksi-aksi mahasiswa di Solo. Bahkan, demonstrasi tidak hanya diikuti mahasiswa atau sivitas akademika lainnya. Pelajar dan masyarakat umum pun mulai terlihat bergabung. Tuntutan mereka tidak lagi sekedar untuk turunkan harga atau refolusi ekonomi, tetapi sudah mengarah pada penolakan HM Soeharto sebagai Presiden RI periode 1998-2003.
Aksi KM UNS atau SMPTA (Solidaritas Mahasiswa Pecinta Tanah Air) bertajuk Aksi Keprihatinan Nasional’98, 17 Maret 1998, tercatat sebagai bentrokan pertama yang menyebabkan banyak korban. Dalam aksi tersebut, puluhan mahasiswa luka-luka dan sekurang-kurangnya 23 orang diantaranya terpaksa dilarikan ke RSUD Dr Moewardi. Kasus itu mengundang kedatangan Komnas HAM ke Solo. Lama-kelamaan demo tidak hanya milik UNS dan UMS saja, tetapi nyaris dilakukan semua perguruan tinggi dan pendidikan tinggi yang ada di Kota Bengawan. Bulan Mei 1998, sering terjadi bentrokan panas antara mahasiswa dengan aparat.
Tanggal 8 Mei 1998, terjadi bentrokan di kampus UNS. Aksi keprihatinan yang digelar Solidaritas Mahasiswa Peduli Rakyat (SMPR), sekitar 10000 demonstran melempari aparat dengan batu dan bom molotov. Sementara aparat membalas dengan pentungan dan tembakan peluru karet serta lontaran gas air mata. Akibatnya 400 demonstran cedera dan 31 aparat cedera.
Hari Kamis 14 mei 1998, ribuan mahasiswa UMS menggelar demo keprihatinan atas tewasnya Mozes dan Gatutkaca dan Tragedi Trisakti. Sekitar pukul 09.30 WIB, ribuan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Solo mulai berkumpul di Kampus Pabelan. Mereka bergerak maju ke depan kampus dan berjalan menuju Jalan Raya Solo-Kartasura. Aparat kepolisisan dari polres Sukoharjo membendung mahasiswa yang bergerak maju ke Jalan Raya Solo- Kartasura tetapi mahasiswa gagal maju karena aparat membangun barikade kayu dengan kawat berduri. Suasana berganti ricuh setelah ada pelembaran batu dan penembakan gas air mata. Dua mahasiswa melakukan negoisasi tetapi belum sempat mendapat kesepakatan, bentrokan belum dapat dihentikan. Mereka menjadi serbuan aparat menimbulkan mahasiswa lain marah. Puncak kemarahan massa terjadi saat apart menginjak-injak seorang demonstran yang tergeletak tak berdaya di tengah Jl Raya Solo-Kartasura.
Kemudian mahasiswa bergerak ke arah timur menuju kota Solo, sambil meneriakkan kejengkelan atas tindakan aparat terhadap mahasiswa. Inilah awal dari kerusuhan “Mei Kelabu” yang menghanguskan sekaligus menghancurkan Kota Bengawan yang sedang bersiap-siap menjadi Kota Internasional. Dari Kleco, massa berjalan ke timur. Sesampai di depan showroom dan dealer resmi mobil Timor, terdengar suara “hancurkan”. Seketika puluhan massa melempari batu hingga seluruh kaca showroom berantakan. Masa bergerak ke showroom Bimantara. Kaca beserta mobil didalamnya dilempari. Kemudian menuju ke KA Purwosari, seluruh pot tanaman, lampu dan tiang bendera yang berada dijalan dirobohkan hingga merintangi jalan. Begitu pun di Bank BHS Purwosari, Bank Ratu, Bank Duta serta Bank Internasional Indonesia (BII). Jumlah masa semakin membesar jadi ribuan orang, setelah masyarakat ikut bergabung. Pelemparan batu mulai meningkat setelah perempatan Gendengan juga deretan rumah dan pertokoan di Jl. Slamet Riyadi.
Pembakaran mulai dilakukan setelah masa bergerak di Kantor BCA, Gladak. Sebuah mobil yang diparkir dipinggir jalan dibakar massa. Kemudian mobil di Bank Danamon, dan di Bank Indonesia. Balaikota dan PT Telkom tidak menjadi sasaran menyusul kedatangan sepasukan Kostrad. Kemudian masa terpecah. Sebagian menuju kompleks pertokoan Matahari Benteng. Disana mereka melempari kaca, menjarah dan membakar ATM Bank PSP. Sementara masa di depan Balaikota sekitar puluhan ribu orang masuk ka Jl Urip Sumoharjo. Massa menyasar Bank Bumi Artha, Bank Buana, bekas Bank Bali serta dua mobil di depan Losmen Trio ikut dibakar massa. Selain itu masa dari Nusukan, gading, Tipes, Jebres, serta hampir semua kota terjadi aksi serupa.
Kerusuhan semakin meluas. Massa hampir seluruh kota turun ke  jalan melakukan pelemparan dan pembakaran bangunan maupun mobil dan motor serta terjadi penjarahan. Di kawasan Panggung Jebres, sebuah showroom Timor dihancurkan dan mobil-mobil dibakar. Hotel Asia dan gudang disebelahnya  juga ikut dibakar massa. Asap mengepul dimana-mana. Jalan Slamet Riyadi yang semula hanya terjadi pelemparan, telah berganti pembakaran. Diantaranya Wisma Lippo Bank dan Toko Sami Luwes. Supermarket Matahari Super Ekonomi (SE), serta Cabang Pembantu (Capem) Bank BCA di Purwosari turut dibakar. Sedangkan warga Solo bagian utara, ribuan massa membakar Terminal Bus Tirtonadi. Sementara di bagian Barat Solo, massa juga merusak Kantor Samsat, Jajar. Serta puluhan rumah disepanjang Jl. Adisucipto, gudang cola-cola ikut dijarah massa. Di Solo bagian selatan, di wilayah pertokoan Coyudan, Bank Putera juga dibakar massa.
Akibat kerusuhan tersebut, banyak warga kesulitan untuk mendapat angkutan seperti angkot dalam kota, bus-bus kota. Solo malamnya pun juga terlihat gelap karena terjadi pemadaman disebagian besar kota. Kota itu terlihat seperti kota mati yang tidak terlihat aktifitas kehidupan seperti biasanya.
Aksi masih berlanjut pada Jumat Mei 1998, massa membakar kawasan Gladag, Toserba Ratu Luwes, Luwes Gading, Pabrik Plastik, dll. Sementara SMPR UNS melakukan long march dari UNS menuju Balaikota. Kerusuhan juga merambat ke kota sekitarnya seperti Sukoharjo, Karanganyar, Boyolali, Delanggu dan Sragen.
·         Keterangan Warga Solo Saat Terjadi Kerusuhan 1998
Dalam peristiwa kerusuhan di Solo banyak masyarakat Solo yang merasakan dampaknya. Terutama yang dirasakan oleh masyarakat Solo sendiri. Seperti halnya yang dirasakan oleh Bapak Mulyono, salah seorang warga Solo. Menurutnya gerakan mahasiswa itu merupakan gerakan terbesar yang beliau alami. Selama beliau tinggal di Solo, baru tahun 1998 yang membuat rakyat dan mahasiswa bersatu untuk mendapatkan haknya sebagai rakyat. Mereka berjalan menyusuri jalan-jalan di Solo melakukan aksi demo untuk meminta Soeharto turun. Gerakan itu dimulai dari mahasiswa UMS dan bergabung dengan mahasiswa UNS serta dengan warga Solo sendiri. Mereka melakukan pengrusakan disepanjang jalan yang dilalui. Toko-toko kelontong khususnya milik orang Cina menjadi sasaran utama. Swalayan seperti Ratu Luwes dibakar masa. Serta toko-toko lain juga banyak yang dibakar masa.
Dari keterangan Bapak Mulyono pun bisa dirasakan kerusuhan 1998 itu sangat mengerikan. Banyak sekali toko-toko yang dibakar massa juga dijarah massa. Massa saat itu terlihat anarkis dengan melakukan pengrusakan dimana-mana. Banyak tempat-tempat yang dibakar massa seperti bank-bank, toko-toko, showroom mobil, hotel, swalayandan juga fasilitas umum yang disediakan. Aparat yang dikerahkan untuk menghentikan aksi mahasiswa itu tidak lagi dapat membendung karena banyaknya para demonstran. Gabungan dari mahasiswa di seluruh Solo serta warganya semakin membuat aparat kebingungan.
Selain itu, menurut beliau kerusuhan 1998 di Solo itu melumpuhkan kehidupan di Solo. Solo seakan menjadi “Kota Mati atau lumpuh”. Pada malam hari setelah kejadian itu, beliau mengelilingi kota Solo dimana tidak terlihat aktivitas dari warga Solo. Selain itu juga jalan-jalan terlihat sepi. Tidak terlihat lalu lintas dari para pengendara. Untuk berpergian pun tidak terlihat adanya angkutan umum yang lewat. Pagi harinya, banyak karyawan yang belum bisa bekerja karena tempat mereka bekerja menjadi amukan massa. Selain itu, terlihat banyak pedagang yang membersihkan tokonya dan menyelamatkan barang-barang yang masih bisa digunakan. Aktivitas jual beli pun tidak terlihat di Solo.
Dampak juga dirasakan oleh warga Solo, yakni Ibu Nuryati. Sebagai ibu rumah tangga beliau merasakan dampak dari kerusuhan ini. Selama pemerintahan Soeharto pun beliau merasakan krisis yang dialami Indonesia. Awal pemerintahannya, Soeharto terlihat sangat berwibawa dan dipercaya akan membawa Indonesia ke arah yang lebih baik. Tetapi harapannya tidak terwujudkan. Harga-harga barang pokok selalu naik dari waktu ke waktu. Beliau juga kebingunan dalam menata tata keuangan untuk keluarganya. Penghasilan yang didapat tidak mengalami kenaikan, tetapi barang-barang harganya melambung tinggi. Selain itu, masa pemerintahan Soeharto juga tidak ada subsidi gratis untuk kesehatan, pendidikan. Beban yang dirasakan oleh masyarakat sangat berat.
·         Dampak yang Ditimbulkan
Dampak yang ditimbulkan akibat turunya Soeharto dengan aksi demo mahasiswa yakni:
·         Banyak yang hilang pekerjaan akibat tempat-tepat bekerja dirusak ataupun di bakar
·         Kerugian materil yang tidak dapat dihitung lagi.
·         Banyak korban yang menderita fisik dan psikis, apalagi korban dari tindak kekerasan seksual.
Menurut data yang didapatkan dari koran Solo Pos dengan artikel berjudul “Perbankan Tunda Ekspansi”, aksi mahasiswa yang melakukan pengrusakan dan pembakaran menyebabkan kerugian yang sangat besar, berikut data yang didapat:

Perkiraan Kerugian material peristiwa Solo 14-15 Mei 1998
No
Uraian
Nilai kerugian (Rp)
1
Plasa/ Supermarket
189.637.500.000
2
Dealer dan showroom
98.783.700.000
3
Toko-toko dan showroom
83.330.070.000
4
Pabrik
36.262.050.000
5
Bank
19.802.825.000
6
Bus dan garasi
14.298.750.000
7
Hotel dan restoran
5.906.450.000
8
Tempat hiburan dan Bioskop
5.128.500.000
9
Pemukiman dan fasilitas
4.385.100.000
Jumlah
457.534.945.000

·         Berakhirnya Orde Baru
Setelah beberapa demonstrasi, kerusuhan, tekanan politik dan militer, serta berpuncak pada pendudukan gedung DPR/MPR RI, Presiden Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998 untuk menghindari perpecahan dan meletusnya ketidakstabilan di Indonesia. Pemerintahan dilanjutkan oleh Wakil Presiden Republik Indonesia, B.J. Habibie. "Saya memutuskan untuk menyatakan berhenti dari jabatan saya sebagai Presiden RI, terhitung sejak saya bacakan pernyataan ini pada hari ini, Kamis 21 Mei 1998," ujar Soeharto saat membacakan surat pengunduran dirinya. Dalam pemerintahannya yang berlangsung selama 32 tahun lamanya, telah terjadi penyalahgunaan kekuasaan termasuk korupsi dan pelanggaran HAM. Hal ini merupakan salah satu faktor berakhirnya era Soeharto.
Menurut artikel yang dimuat di Solo Pos, pada tanggal 22 Mei 1998 dengan artikel berjudul “Sujud Syukur Para Reformis”, ribuan mahasiswa Solo melakukan demo besar-besaran pada tanggal 20 Mei 1998. Puluhan ribu mahasiswa memadati Kantor Balaikota Solo untuk menuntut turunnya Presiden Soeharto. Mereka akan terus bertahan sampai Soeharto mendur dari kursi kepresidenan. Akhirnya keesokan harinya (Kamis, 21 Mei 1998) sekitar pukul 09.15 WIB menjadi tonggak kemenangan mahasiswa untuk menuntut reformasi. Soeharto menyatakan secara resmi untuk mundur dari jabatan presiden RI, yang disiarkan langsung oleh semua stasiun TV. Para mahasiswa yang berada di lobi DPRD Solo, langsung bersorak dan melakukan sujud syukur di lapangan terbuka depan Gedung Balaikota. Mereka menagis haru, saling peluk antar aktifis pro reformasi dan menari penuh kemenangan. Ada juga orang yang melakukan cukur gundul sebagai ungkapan syukur. Dengan berhentinya Soeharto sebagai Presiden RI, maka berakhirlah masa orde baru, dimana muncul era reformasi.
Runtuhnya Orde Baru yang kepemimpinanya selama 32 tahun tidak lepas dari peranan mahasiswa, yang telah memperjuangkan hak rakyat meskipun harus bertentangan dengan razim pemerintah. Mahasiswa sebagai kaum yang merasa harus bertindak ketika hak rakyat dan bangsa mereka hampir dikatakan sudah tudak ada. Pergatian era dari Orde Lama ke Orde Baru bukan memperbaiki sisi pemerintahan Indonesia melaikan keterpurukan, ini ditunjukan dengan semakin susah hidup rakyat menengah kebawah dan terjaminnya hidup rakyat menengah keatas. Hal ini menunjukkan ketimpangan yang sangat berarti, bagaimana sikap pemerintah yang hanya memperhatikan kaum-kaum tertentu.


·         Peran Mahasiswa Pasca Orde Baru
Era Reformasi atau Orde Reformasi sering disebut sebagai “Era Pasca Orde Baru”. Pada masa ini mahasiswa kembali bebas mengekspresikan dirinya sebagai agen kontrol dan agen perubahan tatanan demokrasi hingga dihasilkan tatanan politik Indonesia pasca reformasi yang lebih demokratis yang diakui oleh dunia internasional.. Mahasiswa adalah sosok yang suka berkreasi, idealis dan memiliki keberanian serta menjadi inspirator dengan gagasan dan tuntutannya. Namun, format kehidupan mahasiswa saat ini, sedikit banyak telah terpengaruh oleh sistem kehidupan yang berlaku sekarang, yaitu sistem demokrasi kapitalis.
Kekuasaan pemerintah yang otoriter akhirnya berakhir, dan era baru dimulai. Kebebasan berpendapatpun akhirnya bisa dirasakan rakyat. Negara yang dulu masyarakatya hidup dibawah tekanan, kini bebas menyampaikan aspirasinya dan berbentuk demokrasi. Proses reformasi pada tahun 1998 telah berdampak besar dalam kehidupan masyarakat di Indonesia. Secara umum, terdapat beberapa perubahan sosial yang terjadi:
1.       Jatuhnya rezim Orde Baru yang telah berkuasa selama 32 tahun. Selama berkuasa, rezim Orde Baru selalu mengedepankan tindakan represif dalam menjaga kelanggengan kekuasaannya. Mundurnya presiden Soeharto telah menjadi tolok ukur dari dari perubahan tersebut. Namun, banyak pula kalangan melihat bahwa mundurnya Soeharto tidak akan memberikan kontribusi terhadap perubahan yang diinginkan.
2.       Struktur pemerintahan. Dalam berbagai tuntutannya, mahasiswa menganggap bahwa struktur pemerintahan di masa Orde Baru menjadi instrumen penindasan terhadap masyarakat. Ini jelas sangat dirasakan oleh para mahasiswa yang telah dibungkam melalui pemberlakuan Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK). Selain itu, mahasiswa menilai bahwa aparat negara, militer pada khususnya juga menjadi alat pelanggeng kekuasaan. Oleh karena itu, tuntutan yang muncul dari mahasiswa adalah mengembalikan posisi militer pada fungsinya. Salah satu contoh perubahan adalah dicabutnya dwifungsi ABRI.
3.       Perubahan sistem politik di Indonesia. Walaupun sering dikatakan bahwa paham yang dianut oleh sistem politik Indonesia adalah demokrasi, ini jauh berbeda dengan apa yang dirasakan oleh masyarakat. Perbedaan pendapat yang kerap kali dianggap mengganggu stabilitas menjadi hal yang dilarang di masa Orde Baru. Aspirasi politik dari masyarakat kemudian dipersempit dengan sistem tiga partai yang jelas tidak berpihak pada masyarakat. Oleh karena itu salah satu tuntutan mahasiswa pada tahun 1998 adalah melakukan pemilihan umum (pemilu) dalam waktu dekat. Salah satu contoh perubahan dekat adalah pelaksanaan sistem pemilihan umum langsung yang dilaksanakan pada tahun 2004.
Namun mahasiswa saat ini lebih terkesan acuh dan tidak peduli dengan lingkungan sekitarnya apalagi masalah bangsanya. Hanya segelitir mahasiswa yang masih mementingkan rakyat selebihnya justru mementingkan diri sendiriSemangat nasionalisme dan jiwa “sumpah pemudah” seakan mulai memudar dan kemudian hilang, mahasiswa semakin pasif dan menerima semua keputusan pemimpin tanpa ada gerakan apapun. Sekarang yang justru bebas berpendapat mengapa tidak dimanfaatkan oleh mahasiswa. Untuk mengembalikan rasa peduli terhadap sesama sulit diwujudkan.
Demo-demo yang dilakukan mahasiswa terkesan anarkis dan justru membahayakan banyak pihak. Suasana seperti ini menimbulkan asumsi yang kurang baik dari masyarakat. Menyampaikan pendapat dan tuntutan tidak hanya dilakukan dengan cara yang anarkis untuk menarik perhatian, dapat juga dilakukan melaui tulisan-tulisan.
                Saat ini, mahasiswa terkesan lebih takut menyampaikan aspirasi mereka, akibatnya lebih banyak diam dan menunggu. Dalam setiap perjuangannya, mahasiswa mesti selalu berpegang teguh pada nilai-nilai di atas. Melalui kemampuan intelektualnya  yang dimiliki mahasiswa mengakomodasi harapan dan idealisme masyarakat yang kemudian terbentuk dalam ide-ide atau gagasannya. Ide dan gagasan itu merupakan kontribusi paling bermakna dalam cita-cita pembaharuan dalam konteks kebangsaan. Kekuatan inilah yang menjadi semangat dasar perjuangan pemuda / mahasiswa yang telah melahirkan ide-ide sumpah pemuda.
                Dapat dikatakan bahwa semangat juang yang dirasakan pada saat Orde baru dan semangat perjuangan memerangi razim pemerintah hanya dapat bertahan dalam waktu sesaat, yaitu pada saat sedang terjadi kecurangan ditubuh pemerintahan. Selebihnya hanyalah semangat yang semakin lama semakin pudar, gerakan mahasiswa yang mereformasi Indonesia pada saat itu hanya menemukan momentumnya sementara saja, lalu semangat tersebut seakan tidak pernah ada. Partisipasi mahasiswa di masa sekarang berbeda jauh dengan partisipasi di era sebelumnya. Namun dengan berkembangnya globalisasi dan teknologi, pola pikir setiap manusiapun berubah, inilah salah satu penyebab berurangnya sikap nasionalisme dan kepedulian terhadap bangsa. Sehingga semangat juang yang dulu kuat kini semakin rapuh seiring perkembangan globalisasi dan perilaku instan manusia.
            Meskipun keadannya berbeda jauh dari era sebelumnya, dengan menyimak peranan mahasiswa dari masa ke masa maka tentu saja partisipasi dan gerakan mahasiswa tidak boleh berhenti sebelum tercapainya suatu perubahan didalam tatanan kehidupan masyarakat seperti yang dicita-citakan selama ini. Generasi boleh saja berganti dan berubah namun semangat dan cita-cita serta idealisme tetap harus dipertahankan dan jangan biarkan hal tersebut terbawa arus globalisasi.
  
C.    Penutup
Kesimpulan
Masa orde baru adalah masa dimana Indonesia mengalami krisis yang berkepanjangan. Tahun 1998 adalah puncak dari pemerintahan orde baru. Tahun 1998 adalah tahun dimana banyak kerusuhan di banyak tempat. Para mahasiswa turun ke jalan melakukan demonstrasi. Tujuannya adalah untuk melengserkan Soeharto dari posisi menjadi Presiden Indonesia. Soeharto dianggap sudah terlalu lama memimpin negeri ini dan sudah dianggap tidak mampu lagi menjadi presiden. Utang bangsa Indonesia kepada luar negeri terlalu besar dan kemakmuran rakyat belum sepenuhnya merata. Pada bulan Mei 1998 adalah puncak dari kerusuhan mahasiswa. Misalnya yang berada di Jakarta dan Solo. Di Jakarta ada beberapa mahasiswa yang ditembak mati oleh aparat yang semakin membuat para mahasiswa semakin marah. Sementara di Solo, mahasiswa membakar dan merusak fasilitas yang ada. Sehingga Solo seperti kota lumpuh yang tidak ada kehidupan.
Kerusuhan ini membuat banyak kerugian baik itu secara jasmaniah dan rohaniah. Dari segi jasmaniah, banyak orang yang luka-luka bahkan ada beberapa yang meninggal dunia. Sedangkan dari segi rohaniah, membuat tekanan batin bagi warga yang mengalami peristiwa itu maupun keluarga yang ditinggalkan. Dari segi fisik, banyak bangunan yang dirusak dan dibakar masa menyebabkan banyaknya ganti rugi yang harus ditanggung untuk mengembalikan bangunan-bangunan penting, khususnya di Solo.
Runtuhnya Orde Baru tidak lepas dari peranan mahasiswa, yang telah memperjuangkan hak rakyat meskipun harus bertentangan dengan razim pemerintah. Mahasiswa sebagai kaum yang merasa harus bertindak ketika hak rakyat dan bangsa mereka hampir dikatakan sudah tudak ada. Pergatian era dari Orde Lama ke Orde Baru bukan memperbaiki sisi pemerintahan Indonesia melaikan keterpurukan, ini ditunjukan dengan semakin susah hidup rakyat menengah kebawah dan terjaminnya hidup rakyat menengah keatas. Hal ini menunjukkan ketimpangan yang sangat berarti, bagaimana sikap pemerintah yang hanya memperhatikan kaum-kaum tertentu.
Dengan runtuhnya orde baru, maka aspirasi rakyat akhirnya bisa tersampaikan. Pasca Orde Baru, rakyat bisa dengan bebas menyampaikan pendapatnya. Perubahan setelah berakhirnya Orde Baru:
1.      Selama berkuasa, rezim Orde Baru selalu mengedepankan tindakan represif dalam menjaga kelanggengan kekuasaannya. Mundurnya presiden Soeharto telah menjadi tolok ukur dari perubahan tersebut. Namun, banyak pula kalangan melihat bahwa mundurnya Soeharto tidak akan memberikan kontribusi terhadap perubahan yang diinginkan.
2.      Struktur pemerintahan. Dalam berbagai tuntutannya, mahasiswa menganggap bahwa struktur pemerintahan di masa Orde Baru menjadi instrumen penindasan terhadap masyarakat. Ini jelas sangat dirasakan oleh para mahasiswa yang telah dibungkam melalui pemberlakuan Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK). Selain itu, mahasiswa menilai bahwa aparat negara, militer pada khususnya juga menjadi alat pelanggeng kekuasaan. Oleh karena itu, tuntutan yang muncul dari mahasiswa adalah mengembalikan posisi militer pada fungsinya. Salah satu contoh perubahan adalah dicabutnya dwifungsi ABRI.Perubahan sistem politik di Indonesia. Walaupun sering dikatakan bahwa paham yang dianut oleh sistem politik Indonesia adalah demokrasi, ini jauh berbeda dengan apa yang dirasakan oleh masyarakat. Perbedaan pendapat yang kerap kali dianggap mengganggu stabilitas menjadi hal yang dilarang di masa Orde Baru. Aspirasi politik dari masyarakat kemudian dipersempit dengan sistem tiga partai yang jelas tidak berpihak pada masyarakat. Oleh karena itu salah satu tuntutan mahasiswa pada tahun 1998 adalah melakukan pemilihan umum (pemilu) dalam waktu dekat. Salah satu contoh perubahan dekat adalah pelaksanaan sistem pemilihan umum langsung yang dilaksanakan pada tahun 2004.


1 comments:

Unknown said...
This comment has been removed by a blog administrator.

Post a Comment

Template by:

Free Blog Templates