Welcome

welcome

 

Thursday 23 April 2015

Contoh Makalah Aksi Mahasiswa Solo dalam Melengserkan Soeharto Tahun 1998



A.    Pendahuluan
a.      Latar Belakang
Orde baru adalah masa setelah berhentinya masa orde lama yang dipimpin oleh Soekarno. Orde baru merupakan masa saat Soeharto menjabat sebagai presiden Indonesia. Pada pertengahan tahun 1997, terjadi banyak krisis ekonomi di Asia, termasuk juga di Indonesia. Krisis ini disebabkan oleh keterikatan sistem ekononi Indonesia atau global dimana IMF, Bank Dunia, dan lembaga keuangan lain yang menjadi salah satu sumber keuangan Indonesia dalam pembiayaan pembangunan nasional. Krisis ekonomi ditandai dengan jatuhnya nilai mata uang rupiah bersamaan dengan melambungnya nilai mata uang dollar serta diikuti dengan melambungnya harga-harga kebutuhan sembako, harga minyak, gas dan komoditas ekspor lainnya yang semakin jatuh. Juga pada pemerintahan Soeharto, dimana terjadi inflasi mencapai 700% sehingga mata uang Indonesia melonjak dan harga dollar sangat tinggi,
Melihat perekonomian Indonesia yang sangat melemah itu, timbul gerakan mahasiswa untuk menurunkan Soeharto sebagai Presiden Indonesia. Soeharto sudah terlalu lama menjabat sebagai presiden RI, yakni selama 32 tahun. Gerakan Mahasiswa Indonesia 1998 adalah puncak gerakan mahasiswa yang ditandai dengan tumbangnya orde baru dan lengsernya Presiden Soeharto dari kursi kepresidenan, tepatnya pada tanggal 21 mei 1998. Gerakan diawali dengan terjadinya krisis moneter di pertengahan tahun 1997. Harga-harga kebutuhan melambung tinggi, daya beli masyarakat pun berkurang. Tuntutan mundurnya Soeharto menjadi agenda nasional gerakan mahasiswa. Gerakan mahasiswa dengan agenda reformasi mendapat simpati dan dukungan dari rakyat.
b.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan masa orde baru?
2.      Bagaimana pemerintahan Presiden Soeharto?
3.      Bagaimana reaksi mahasiswa terhadap pemerintahan Soeharto?
4.      Apa akibat yang ditimbulkan akibat orde baru?


c.      Tujuan
1.      Membangkitkan masyarakat Indonesia untuk menciptakan pemerintahan yang baik.
2.      Memberikan informasi tentang peristiwa orde baru.
3.      Memberikan informasi tentang gerakan demonstransi yang dilakukan oleh mahasiswa.


B.    Pembahasan
a.      Masa Pemerintahan Soeharto
Jend. Besar TNI Purn. Haji Muhammad Soeharto, (lahir di Dusun Kemusuk, Desa Argomulyo, Kecamatan Sedayu, Bantul, Yogyakarta, 8 Juni 1921 – meninggal di Jakarta, 27 Januari 2008 pada umur 86 tahun) adalah Presiden Indonesia yang kedua (1967-1998), menggantikan Soekarno. Soeharto kemudian mengambil alih kekuasaan dari Soekarno, dan resmi menjadi presiden pada tahun 1968. Ia dipilih kembali oleh MPR pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998.
Pada masa pemerintahannya, Presiden Soeharto menetapkan pertumbuhan ekonomi sebagai pokok tugas dan tujuan pemerintah. Kegagalannya tentang manajemen ekonomi yang bertumpu dalam sistem trickle down effect (menetes ke bawah) yang mementingkan pertumbuhan dan pengelolaan ekonomi pada segelintir kalangan serta buruknya manajemen ekonomi perdagangan industri dan keuangan (EKUIN) pemerintah, membuat Indonesia akhirnya bergantung pada donor Internasional terutama paska Krisis 1997. Di bidang politik, Presiden Soeharto melakukan penyatuan partai-partai politik sehingga pada masa itu dikenal tiga partai politik yakni Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Golongan Karya (Golkar) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Presiden Soeharto dinilai memulai penekanan terhadap suku Tionghoa. Dia menguasai finansial dengan memberikan transaksi mudah dan monopoli kepada saudara-saudaranya, termasuk enam anaknya. Korupsi menjadi beban berat pada 1980-an. Pada 1996 Soeharto berusaha menyingkirkan Megawati Soekarnoputri dari kepemimpinan Partai Demokrasi Indonesia (PDI), salah satu dari tiga partai resmi. Di bulan Juni, pendukung Megawati menduduki markas besar partai tersebut. Setelah pasukan keamanan menahan mereka, kerusuhan pecah di Jakarta pada tanggal 27 Juli 1996 (peristiwa Sabtu Kelabu) yang dikenal sebagai "Peristiwa Kudatuli" (Kerusuhan Dua Tujuh Juli).
b.     Penyimpangan Pada Orde Baru
Bentuk-bentuk penyimpangan UUD 1945 pada masa Orde Baru meliputi, antara lain:
1.      Terjadi pemusatan di tangan Presiden, sehingga pemerintahan dijalankan secara otoriter.
2.      Berbagai lembaga kenegaraan tidak berfungsi sebagaimana mestinya, hanya melayani keinginan pemerintah (Presiden).
3.      Pemilu dilaksanakan secara tidak demokratis, pemilu hanya menjadi sarana untuk mengukuhkan kekuasaan Presiden, sehingga Presiden terus menerus dipilih kembali.
4.      Terjadi monopoli penafsiran Pancasila, ditafsirkan sesuai keinginan pemerintah untuk membenarkan tindakan-tindakannya.
5.      Pembatasan hak-hak politik rakyat, seperti hak berserikat, berkumpul, dan berpendapat.
6.      Pemerintahan campur tangan terhadap kekuasaan kehakiman, sehingga kekuasaan kehakiman tidak merdeka.
7.      Pembentukan lembaga-lembaga yang tidak terdapat dalam konstitusi, yaitu kopkamtib yang kemudian menjadi Bakorstanas.
8.      Terjadi Korupsi Kolusi Napolisme (KKN) yang luar biasa parahnya sehingga bisa merusak segala aspek kehidupan, dan berakibat pada terjadinya krisis multimensi.

c.      Aksi Mahasiswa dalam Melengserkan Presiden Soeharto
Pada tanggal 12 Mei 1998, dalam aksi unjuk rasa mahasiswa Universitas Trisakti Jakarta telah terjadi bentrokan dengan aparat keamanan yang menyebabkan empat orang mahasiswa (Elang Mulia Lesmana, Hery Hartanto, Hafidhin A. Royan, dan Hendriawan Sie) tertembak hingga tewas dan puluhan mahasiswa lainnya mengalami luka-luka. Kematian empat mahasiswa tersebut mengobarkan semangat para mahasiswa dan kalangan kampus untuk menggelar demonstrasi secara besar-besaran.
Seperti yang dimuat di koran Solo Pos tanggal 20 Oktober 2011, dengan artikel berjudul Solo bukan lagi kota bersumbu pendek dapat dilihat betapa besar kerusuhan di Solo. Ada empat bangunan utama di jantung pemerintahan Kota Solo yang terbakar dalam peristiwa itu, yaitu pendapa, gedung DPRD di sebelah utara pendapa, ruang kerja Walikota dan kantor Bagian Humas serta Bagian Kesejahteraan Rakyat di sebelah selatan pendapa, serta ruang-ruang ketua fraksi dan ruang paripurna di belakang pendapa (sekarang Balai Tawangarum dan ruang kerja Walikota, Wakil Walikota dan Sekda). Dengan dibakarnya tempat vital itu semakin memperburuk kota Solo setelah peristiwa Mei 1998. Solo menjadi kota yang lumpuh dari segala aktifitas warga setempat.  Peristiwa ini menjadi sejarah kelam bagi kota Bengawan.
Tetapi setelah 20 tahun kemudian kota Solo menjadi semakin membaik. seperti yang diungkap oleh Sukasno. “Saat ini suasana Kota Solo semakin kondusif, semakin nyaman dan didorong semakin dewasanya masyarakat dalam menyikapi berbagai persoalan yang muncul tanpa terprovokasi oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab,” ungkap Sukasno, Ketua DPRD Kota Solo. Sukasno berharap suasana kondusif tersebut akan terus dipertahankan. Bila ada persoalan yang muncul, diharapkan bisa dibicarakan melalui sebuah musyawarah yang bisa menghasilkan solusi terbaik atas sebuah permasalahan.
Pada koran Solo Pos tanggal 14 Mei 1998, dengan artikel berjudul “Pak Harto bersedia diganti”, presiden Soeharto menyatakan dirinya siap diganti jika masyarakat tidak mempercayainya lagi. “Saya tidak akan menggunakan kekuatan bersenjata untuk mempertahankan kepemimpinan,” ujar Soeharto disela pertemuan G-15 di Kairo (Kamis dini hari WIB). Pak Harto menyatakan bila tidak menjabat sebagai presiden lagi. “Saya siap madeg pandita (menjadi orang bijak), memberikan nasihat kepada anak cucu, dan mendekatkan diri kepad Tuhan,” ujar Soeharto. Disamping itu, juga terjadi kerusuhan di Jakarta seperti yang dimuat di artikel ini. Khususnya di daerah Grogol, ada sejumlah korban tewas dan banyak korban luka-luka. Selain itu, juga banyak fasilitas yang dibakar masa.
Menurut artikel yang dimuat di Solo Pos yang berjudul “Gerak Reformasi Mahasiswa Solo”, banyak mahasiswa UNS dan UMS melakukan unjuk rasa di depan kampus masing-masing. 5000 mahasiswa UNS berunjuk rasa di depan Gedung Rektorat kampus Kentingan yang diikuti rektor dan dosen, begitupun yang terjadi di UMS. Masa bertambah menjadi 10.000 orang orang. Unjuk rasa tidak hanya dari kalangan mahasiswa, tetapi juga pelajar dan masyarakat ikut bergabung. Unjuk rasa yang semula turunkan harga, tetapi sudah mengarah penolakan Soeharto sebagai presiden periode 1998-2003. Unjuk rasa ini membuat keprihatinan para warga Solo bahkan Indonesia karena banyak menimbulkan luka-luka bahkan ada yang harus dirawat inap. Belum lagi banyaknya korban dari para mahasiswa UNS membuat dipermasalahkan dengan menandatangani Kontras (Komisi Nasional Pembelaan Mahasiswa untuk Korban Tindak Kekerasan) di YLBHI Jakarta untuk melaporkan kasusu tersebut. Kasus ini semakin memperkeruh suasana antara mahasiswa dengan aparat keamanan.
Menurut artikel yang dimuat di Solo Pos yang berjudul “Solo Membara”, kota Solo menjadi Kota Kelabu. Banyaknya aksi mahasiswa bahkan datangnya masyarakat setempat, membuat semakin banyak orang yang berunjuk rasa. Hal ini timbul akibat kemarahan para mahasiswa karena adanya beberapa mahasiswa yang menjadi amukan aparat. Ini berawal dari UMS, dimana terbelah ada yang ke Timur dan Barat. Mahasiswa mulai bergerak dengan merusak fasilitas turun ke jalan sehingga semakin memperbesar orang yang ikut demo. Awalnya pengunjuk rasa hanya melempari batu, tetapi lama-kelamaan melakukan pembakaran yang merata di Solo. Peristiwa itu terjadi pada hari Kamis, 14 Mei 1998. Banyak tempat-tempat yang dibakar masa seperti showroom mobil, toko-toko di sekitar Jalan Slamet Riyadi, Toko Sami Luwes, Ratu Luwes, Terminal Tertonadi, ATM, dll. Masa juga membakar mobil-mobil yang diparkir dijalan, kendaraan bermotor, dan masih banyak lagi. Peristiwa itu semakin melumpuhkan Kota Bengawan.

d.     Akibat yang Ditimbulkan
Dampak yang ditimbulkan akibat turunya Soeharto dengan aksi demo mahasiswa yakni:
·         Banyak yang hilang pekerjaan akibat tempat-tepat bekerja dirusak ataupun di bakar
·         Kerugian materil yang tidak dapat dihitung lagi.
·         Banyak korban yang menderita fisik dan psikis, apalagi korban dari tindak kekerasan seksual.
Menurut data yang didapatkan dari koran Solo Pos dengan artikel berjudul “Perbankan Tunda Ekspansi”, aksi mahasiswa yang melakukan pengrusakan dan pembakaran menyebabkan kerugian yang sangat besar, berikut data yang didapat:
Perkiraan Kerugian material peristiwa Solo 14-15 Mei 1998
No
Uraian
Nilai kerugian (Rp)
1
Plasa/ Supermarket
189.637.500.000
2
Dealer dan showroom
98.783.700.000
3
Toko-toko dan showroom
83.330.070.000
4
Pabrik
36.262.050.000
5
Bank
19.802.825.000
6
Bus dan garasi
14.298.750.000
7
Hotel dan restoran
5.906.450.000
8
Tempat hiburan dan Bioskop
5.128.500.000
9
Pemukiman dan fasilitas
4.385.100.000
Jumlah
457.534.945.000





e.      Berakhirnya Masa Orde Baru/ Lengsernya Soeharto
Pada 1997, menurut Bank Dunia, 20 sampai 30% dari dana pengembangan Indonesia telah disalahgunakan selama bertahun-tahun. Krisis finansial Asia pada tahun yang sama tidak membawa hal bagus bagi pemerintahan Presiden Soeharto ketika ia dipaksa untuk meminta pinjaman, yang juga berarti pemeriksaan menyeluruh dan mendetail dari IMF. Setelah beberapa demonstrasi, kerusuhan, tekanan politik dan militer, serta berpuncak pada pendudukan gedung DPR/MPR RI, Presiden Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998 untuk menghindari perpecahan dan meletusnya ketidakstabilan di Indonesia. Pemerintahan dilanjutkan oleh Wakil Presiden Republik Indonesia, B.J. Habibie. "Saya memutuskan untuk menyatakan berhenti dari jabatan saya sebagai Presiden RI, terhitung sejak saya bacakan pernyataan ini pada hari ini, Kamis 21 Mei 1998," ujar Soeharto saat membacakan surat pengunduran dirinya. Dalam pemerintahannya yang berlangsung selama 32 tahun lamanya, telah terjadi penyalahgunaan kekuasaan termasuk korupsi dan pelanggaran HAM. Hal ini merupakan salah satu faktor berakhirnya era Soeharto.
            Menurut artikel yang dimuat di Solo Pos, pada tanggal 22 Mei 1998 dengan artikel berjudul “Sujud Syukur Para Reformis”, ribuan mahasiswa Solo melakukan demo besar-besaran pada tanggal 20 Mei 1998. Puluhan ribu mahasiswa memadati Kantor Balaikota Solo untuk menuntut turunnya Presiden Soeharto. Mereka akan terus bertahan sampai Soeharto mendur dari kursi kepresidenan. Akhirnya keesokan harinya (Kamis, 21 Mei 1998) sekitar pukul 09.15 WIB menjadi tonggak kemenangan mahasiswa untuk menuntut reformasi. Soeharto menyatakan secara resmi untuk mundur dari jabatan presiden RI, yang disiarkan langsung oleh semua stasiun TV. Para mahasiswa yang berada di lobi DPRD Solo, langsung bersorak dan melakukan sujud syukur di lapangan terbuka depan Gedung Balaikota. Mereka menagis haru, saling peluk antar aktifis pro reformasi dan menari penuh kemenangan. Ada juga orang yang melakukan cukur gundul sebagai ungkapan syukur. Dengan berhentinya Soeharto sebagai Presiden RI, maka berakhirlah masa orde baru, dimana muncul era reformasi.
C.     Penutup
Kesimpulan
Masa orde baru adalah masa dimana Indonesia mengalami krisis yang berkepanjangan. Tahun 1998 adalah puncak dari pemerintahan orde baru. Selain itu, masa orde baru Indonesia mengalami inflasi melonjak menjadi 700%. Tahuan 1998 adalah tahun dimana banyak kerusuhan di banyak tempat. Para mehasiswa turun ke jalan melakukan demonstrasi. Tujuannya adalah untuk melengserkan Soeharto dari posisi menjadi Presiden Indonesia. Soeharto dianggapa sudah terlalu lama memimpin negeri ini dan sudah dianggap tidak mampu lagi menjadi presiden. Utang bangsa Indonesia kepada luar negeri terlalu besar dan kemakmuran rakyat belum sepenuhnya merata. Pada bulan Mei 1998 adalah puncak dari kerusuhan mahasiswa. Misalnya yang berada di Jakarta dan Solo. Di Jakarta ada beberapa mahasiswa yang ditembak mati oleh aparat yang semakin membuat para mahasiswa semakin marah. Sementara di Solo, mahasiswa membakar dan merusak fasilitas yang ada. Sehingga Solo seperti kota lumpuh yang tidak ada kehidupan.
Kerusuhan ini membuat banyak kerugian baik itu secara jasmaniah dan rohaniah. Dari segi jasmaniah, banyak orang yang luka-luka bahkan ada beberapa yang meninggal dunia. Sedangkan dari segi rohaniah, membuat tekanan batin bagi warga yang mengalami peristiwa itu maupun keluarga yang ditinggalkan. Dari segi fisik, banyak bangunan yang dirusak dan dibakar masa menyebabkan banyaknya ganti rugi yang harus ditanggung untuk mengembalikan bangunan-bangunan penting, khususnya di Solo.
Daftar Pustaka

Koran Solo Pos tanggal 20 Oktober 2011, dengan artikel berjudul Solo bukan lagi kota bersumbu pendek
koran Solo Pos tanggal 14 Mei 1998, dengan artikel berjudul “Pak Harto bersedia diganti
http://lilyistigfaiyah.blogspot.com/2012/09/penyimpangan-pada-masa-orde-baru.html
http://karw21anto.wordpress.com/tugas-2/semester-1/bentuk-bentuk-penyimpangan/
http://id.wikipedia.org/wiki/Soeharto








0 comments:

Post a Comment

Template by:

Free Blog Templates