A.
Pendahuluan
a. Latar
Belakang
Orde baru
adalah masa setelah berhentinya masa orde lama yang dipimpin oleh Soekarno.
Orde baru merupakan masa saat Soeharto menjabat sebagai presiden Indonesia. Pada
pertengahan tahun 1997, terjadi banyak krisis ekonomi di Asia, termasuk juga di
Indonesia. Krisis ini disebabkan oleh keterikatan sistem ekononi Indonesia atau
global dimana IMF, Bank Dunia, dan lembaga keuangan lain yang menjadi salah
satu sumber keuangan Indonesia dalam pembiayaan pembangunan nasional. Krisis
ekonomi ditandai dengan jatuhnya nilai mata uang rupiah bersamaan dengan
melambungnya nilai mata uang dollar serta diikuti dengan melambungnya
harga-harga kebutuhan sembako, harga minyak, gas dan komoditas ekspor lainnya
yang semakin jatuh. Juga pada pemerintahan Soeharto, dimana terjadi inflasi
mencapai 700% sehingga mata uang Indonesia melonjak dan harga dollar sangat
tinggi,
Melihat
perekonomian Indonesia yang sangat melemah itu, timbul gerakan mahasiswa untuk
menurunkan Soeharto sebagai Presiden Indonesia. Soeharto sudah terlalu lama
menjabat sebagai presiden RI, yakni selama 32 tahun. Gerakan Mahasiswa
Indonesia 1998 adalah puncak gerakan mahasiswa yang ditandai dengan tumbangnya
orde baru dan lengsernya Presiden Soeharto dari kursi kepresidenan, tepatnya
pada tanggal 21 mei 1998. Gerakan diawali dengan terjadinya krisis moneter di
pertengahan tahun 1997. Harga-harga kebutuhan melambung tinggi, daya beli
masyarakat pun berkurang. Tuntutan mundurnya Soeharto menjadi agenda nasional
gerakan mahasiswa. Gerakan mahasiswa dengan agenda reformasi mendapat simpati
dan dukungan dari rakyat.
b. Rumusan
Masalah
1. Apa yang
dimaksud dengan masa orde baru?
2. Bagaimana
pemerintahan Presiden Soeharto?
3. Bagaimana
reaksi mahasiswa terhadap pemerintahan Soeharto?
4. Apa akibat
yang ditimbulkan akibat orde baru?
c. Tujuan
1. Membangkitkan masyarakat Indonesia untuk menciptakan
pemerintahan yang baik.
2. Memberikan informasi tentang peristiwa orde baru.
3. Memberikan informasi tentang gerakan demonstransi yang
dilakukan oleh mahasiswa.
B.
Pembahasan
a.
Masa
Pemerintahan Soeharto
Jend. Besar TNI Purn. Haji
Muhammad Soeharto, (lahir di Dusun Kemusuk, Desa Argomulyo, Kecamatan Sedayu, Bantul, Yogyakarta, 8 Juni 1921 – meninggal
di Jakarta, 27 Januari 2008 pada umur
86 tahun) adalah Presiden Indonesia yang kedua (1967-1998), menggantikan
Soekarno. Soeharto
kemudian mengambil alih kekuasaan dari Soekarno, dan resmi menjadi presiden
pada tahun 1968. Ia dipilih kembali oleh MPR pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998.
Pada masa
pemerintahannya, Presiden Soeharto menetapkan pertumbuhan ekonomi sebagai pokok
tugas dan tujuan pemerintah. Kegagalannya tentang manajemen ekonomi yang
bertumpu dalam sistem trickle down effect (menetes ke bawah) yang
mementingkan pertumbuhan dan pengelolaan ekonomi pada segelintir kalangan serta
buruknya manajemen ekonomi perdagangan industri dan keuangan (EKUIN)
pemerintah, membuat Indonesia akhirnya bergantung pada donor Internasional
terutama paska Krisis
1997. Di bidang
politik, Presiden Soeharto melakukan penyatuan partai-partai
politik
sehingga pada masa itu dikenal tiga partai politik yakni Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Golongan
Karya
(Golkar) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Presiden Soeharto dinilai memulai
penekanan terhadap suku Tionghoa. Dia
menguasai finansial dengan memberikan transaksi mudah dan monopoli kepada
saudara-saudaranya, termasuk enam anaknya. Korupsi menjadi beban berat pada 1980-an. Pada 1996 Soeharto
berusaha menyingkirkan Megawati Soekarnoputri dari kepemimpinan Partai Demokrasi Indonesia (PDI), salah satu dari tiga partai resmi. Di
bulan Juni, pendukung Megawati menduduki markas besar partai tersebut. Setelah
pasukan keamanan menahan mereka, kerusuhan pecah di Jakarta pada
tanggal 27 Juli 1996 (peristiwa Sabtu Kelabu) yang
dikenal sebagai "Peristiwa Kudatuli" (Kerusuhan Dua Tujuh
Juli).
b.
Penyimpangan
Pada Orde Baru
Bentuk-bentuk
penyimpangan UUD 1945 pada masa Orde Baru meliputi, antara lain:
1. Terjadi
pemusatan di tangan Presiden, sehingga pemerintahan dijalankan secara otoriter.
2. Berbagai
lembaga kenegaraan tidak berfungsi sebagaimana mestinya, hanya melayani
keinginan pemerintah (Presiden).
3. Pemilu
dilaksanakan secara tidak demokratis, pemilu hanya menjadi sarana untuk
mengukuhkan kekuasaan Presiden, sehingga Presiden terus menerus dipilih
kembali.
4. Terjadi
monopoli penafsiran Pancasila, ditafsirkan sesuai keinginan pemerintah untuk
membenarkan tindakan-tindakannya.
5. Pembatasan
hak-hak politik rakyat, seperti hak berserikat, berkumpul, dan berpendapat.
6. Pemerintahan
campur tangan terhadap kekuasaan kehakiman, sehingga kekuasaan kehakiman tidak
merdeka.
7. Pembentukan
lembaga-lembaga yang tidak terdapat dalam konstitusi, yaitu kopkamtib yang
kemudian menjadi Bakorstanas.
8. Terjadi
Korupsi Kolusi Napolisme (KKN) yang luar biasa parahnya sehingga bisa merusak segala
aspek kehidupan, dan berakibat pada terjadinya krisis multimensi.
c.
Aksi
Mahasiswa dalam Melengserkan Presiden Soeharto
Pada tanggal 12
Mei 1998, dalam aksi unjuk rasa mahasiswa Universitas Trisakti Jakarta telah
terjadi bentrokan dengan aparat keamanan yang menyebabkan empat orang mahasiswa
(Elang Mulia Lesmana, Hery Hartanto, Hafidhin A. Royan, dan Hendriawan Sie)
tertembak hingga tewas dan puluhan mahasiswa lainnya mengalami luka-luka.
Kematian empat mahasiswa tersebut mengobarkan semangat para mahasiswa dan
kalangan kampus untuk menggelar demonstrasi secara besar-besaran.
Seperti yang
dimuat di koran Solo Pos tanggal 20 Oktober 2011, dengan artikel berjudul Solo bukan lagi kota bersumbu pendek dapat
dilihat betapa besar kerusuhan di Solo. Ada empat
bangunan utama di jantung pemerintahan Kota Solo yang terbakar dalam peristiwa
itu, yaitu pendapa, gedung DPRD di sebelah utara pendapa, ruang kerja Walikota
dan kantor Bagian Humas serta Bagian Kesejahteraan Rakyat di sebelah selatan
pendapa, serta ruang-ruang ketua fraksi dan ruang paripurna di belakang pendapa
(sekarang Balai Tawangarum dan ruang kerja Walikota, Wakil Walikota dan Sekda).
Dengan dibakarnya tempat vital itu semakin memperburuk kota Solo setelah
peristiwa Mei 1998. Solo menjadi kota yang lumpuh dari segala aktifitas warga
setempat. Peristiwa ini menjadi sejarah
kelam bagi kota Bengawan.
Tetapi setelah 20 tahun kemudian kota Solo
menjadi semakin membaik. seperti yang diungkap oleh Sukasno. “Saat ini suasana
Kota Solo semakin kondusif, semakin nyaman dan didorong semakin dewasanya
masyarakat dalam menyikapi berbagai persoalan yang muncul tanpa terprovokasi
oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab,” ungkap Sukasno, Ketua DPRD Kota
Solo. Sukasno berharap suasana kondusif tersebut akan terus dipertahankan. Bila
ada persoalan yang muncul, diharapkan bisa dibicarakan melalui sebuah
musyawarah yang bisa menghasilkan solusi terbaik atas sebuah permasalahan.
Pada koran Solo Pos tanggal 14 Mei 1998,
dengan artikel berjudul “Pak Harto
bersedia diganti”, presiden Soeharto menyatakan dirinya siap diganti jika
masyarakat tidak mempercayainya lagi. “Saya tidak akan menggunakan kekuatan
bersenjata untuk mempertahankan kepemimpinan,” ujar Soeharto disela pertemuan
G-15 di Kairo (Kamis dini hari WIB). Pak Harto menyatakan bila tidak menjabat
sebagai presiden lagi. “Saya siap madeg pandita (menjadi orang bijak),
memberikan nasihat kepada anak cucu, dan mendekatkan diri kepad Tuhan,” ujar
Soeharto. Disamping itu, juga terjadi kerusuhan di Jakarta seperti yang dimuat
di artikel ini. Khususnya di daerah Grogol, ada sejumlah korban tewas dan
banyak korban luka-luka. Selain itu, juga banyak fasilitas yang dibakar masa.
Menurut artikel yang dimuat di Solo Pos yang
berjudul “Gerak Reformasi Mahasiswa Solo”, banyak mahasiswa UNS dan UMS
melakukan unjuk rasa di depan kampus masing-masing. 5000 mahasiswa UNS berunjuk
rasa di depan Gedung Rektorat kampus Kentingan yang diikuti rektor dan dosen,
begitupun yang terjadi di UMS. Masa bertambah menjadi 10.000 orang orang. Unjuk
rasa tidak hanya dari kalangan mahasiswa, tetapi juga pelajar dan masyarakat
ikut bergabung. Unjuk rasa yang semula turunkan harga, tetapi sudah mengarah
penolakan Soeharto sebagai presiden periode 1998-2003. Unjuk rasa ini membuat
keprihatinan para warga Solo bahkan Indonesia karena banyak menimbulkan
luka-luka bahkan ada yang harus dirawat inap. Belum lagi banyaknya korban dari
para mahasiswa UNS membuat dipermasalahkan dengan menandatangani Kontras
(Komisi Nasional Pembelaan Mahasiswa untuk Korban Tindak Kekerasan) di YLBHI
Jakarta untuk melaporkan kasusu tersebut. Kasus ini semakin memperkeruh suasana
antara mahasiswa dengan aparat keamanan.
Menurut artikel yang dimuat di Solo Pos yang
berjudul “Solo Membara”, kota Solo menjadi Kota Kelabu. Banyaknya aksi
mahasiswa bahkan datangnya masyarakat setempat, membuat semakin banyak orang
yang berunjuk rasa. Hal ini timbul akibat kemarahan para mahasiswa karena
adanya beberapa mahasiswa yang menjadi amukan aparat. Ini berawal dari UMS,
dimana terbelah ada yang ke Timur dan Barat. Mahasiswa mulai bergerak dengan
merusak fasilitas turun ke jalan sehingga semakin memperbesar orang yang ikut
demo. Awalnya pengunjuk rasa hanya melempari batu, tetapi lama-kelamaan
melakukan pembakaran yang merata di Solo. Peristiwa itu terjadi pada hari
Kamis, 14 Mei 1998. Banyak tempat-tempat yang dibakar masa seperti showroom
mobil, toko-toko di sekitar Jalan Slamet Riyadi, Toko Sami Luwes, Ratu Luwes,
Terminal Tertonadi, ATM, dll. Masa juga membakar mobil-mobil yang diparkir
dijalan, kendaraan bermotor, dan masih banyak lagi. Peristiwa itu semakin
melumpuhkan Kota Bengawan.
d.
Akibat yang
Ditimbulkan
Dampak yang
ditimbulkan akibat turunya Soeharto dengan aksi demo mahasiswa yakni:
·
Banyak yang hilang pekerjaan akibat tempat-tepat
bekerja dirusak ataupun di bakar
·
Kerugian materil yang tidak dapat dihitung lagi.
·
Banyak korban yang menderita fisik dan psikis, apalagi
korban dari tindak kekerasan seksual.
Menurut data
yang didapatkan dari koran Solo Pos dengan artikel berjudul “Perbankan Tunda
Ekspansi”, aksi mahasiswa yang melakukan pengrusakan dan pembakaran menyebabkan
kerugian yang sangat besar, berikut data yang didapat:
Perkiraan Kerugian material peristiwa Solo 14-15 Mei
1998
|
|||
No
|
Uraian
|
Nilai
kerugian (Rp)
|
|
1
|
Plasa/ Supermarket
|
189.637.500.000
|
|
2
|
Dealer dan showroom
|
98.783.700.000
|
|
3
|
Toko-toko dan showroom
|
83.330.070.000
|
|
4
|
Pabrik
|
36.262.050.000
|
|
5
|
Bank
|
19.802.825.000
|
|
6
|
Bus dan garasi
|
14.298.750.000
|
|
7
|
Hotel dan restoran
|
5.906.450.000
|
|
8
|
Tempat hiburan dan Bioskop
|
5.128.500.000
|
|
9
|
Pemukiman dan fasilitas
|
4.385.100.000
|
|
Jumlah
|
457.534.945.000
|
||
e.
Berakhirnya
Masa Orde Baru/ Lengsernya Soeharto
Pada 1997, menurut Bank Dunia,
20 sampai 30% dari dana pengembangan Indonesia telah disalahgunakan selama
bertahun-tahun. Krisis
finansial Asia pada tahun yang sama tidak
membawa hal bagus bagi pemerintahan Presiden Soeharto ketika ia dipaksa untuk
meminta pinjaman, yang juga berarti pemeriksaan menyeluruh dan mendetail dari IMF. Setelah beberapa demonstrasi, kerusuhan,
tekanan politik dan militer, serta berpuncak pada pendudukan
gedung DPR/MPR RI, Presiden Soeharto
mengundurkan diri pada 21 Mei 1998 untuk menghindari perpecahan dan meletusnya
ketidakstabilan di Indonesia. Pemerintahan dilanjutkan oleh Wakil Presiden
Republik Indonesia, B.J. Habibie. "Saya memutuskan untuk menyatakan
berhenti dari jabatan saya sebagai Presiden RI, terhitung sejak saya bacakan
pernyataan ini pada hari ini, Kamis 21 Mei 1998," ujar Soeharto saat membacakan surat pengunduran
dirinya. Dalam pemerintahannya yang berlangsung selama 32 tahun lamanya, telah
terjadi penyalahgunaan kekuasaan termasuk korupsi dan pelanggaran HAM. Hal ini merupakan salah satu faktor
berakhirnya era Soeharto.
Menurut artikel yang dimuat di Solo
Pos, pada tanggal 22 Mei 1998 dengan artikel berjudul “Sujud Syukur Para
Reformis”, ribuan mahasiswa Solo melakukan demo besar-besaran pada tanggal 20
Mei 1998. Puluhan ribu mahasiswa memadati Kantor Balaikota Solo untuk menuntut
turunnya Presiden Soeharto. Mereka akan terus bertahan sampai Soeharto mendur
dari kursi kepresidenan. Akhirnya keesokan harinya (Kamis, 21 Mei 1998) sekitar
pukul 09.15 WIB menjadi tonggak kemenangan mahasiswa untuk menuntut reformasi.
Soeharto menyatakan secara resmi untuk mundur dari jabatan presiden RI, yang
disiarkan langsung oleh semua stasiun TV. Para mahasiswa yang berada di lobi
DPRD Solo, langsung bersorak dan melakukan sujud syukur di lapangan terbuka
depan Gedung Balaikota. Mereka menagis haru, saling peluk antar aktifis pro
reformasi dan menari penuh kemenangan. Ada juga orang yang melakukan cukur
gundul sebagai ungkapan syukur. Dengan berhentinya Soeharto sebagai Presiden
RI, maka berakhirlah masa orde baru, dimana muncul era reformasi.
C.
Penutup
Kesimpulan
Masa orde baru adalah masa dimana
Indonesia mengalami krisis yang berkepanjangan. Tahun 1998 adalah puncak dari
pemerintahan orde baru. Selain itu, masa orde baru Indonesia mengalami inflasi
melonjak menjadi 700%. Tahuan 1998 adalah tahun dimana banyak kerusuhan di
banyak tempat. Para mehasiswa turun ke jalan melakukan demonstrasi. Tujuannya
adalah untuk melengserkan Soeharto dari posisi menjadi Presiden Indonesia.
Soeharto dianggapa sudah terlalu lama memimpin negeri ini dan sudah dianggap
tidak mampu lagi menjadi presiden. Utang bangsa Indonesia kepada luar negeri
terlalu besar dan kemakmuran rakyat belum sepenuhnya merata. Pada bulan Mei
1998 adalah puncak dari kerusuhan mahasiswa. Misalnya yang berada di Jakarta
dan Solo. Di Jakarta ada beberapa mahasiswa yang ditembak mati oleh aparat yang
semakin membuat para mahasiswa semakin marah. Sementara di Solo, mahasiswa
membakar dan merusak fasilitas yang ada. Sehingga Solo seperti kota lumpuh yang
tidak ada kehidupan.
Kerusuhan
ini membuat banyak kerugian baik itu secara jasmaniah dan rohaniah. Dari segi
jasmaniah, banyak orang yang luka-luka bahkan ada beberapa yang meninggal
dunia. Sedangkan dari segi rohaniah, membuat tekanan batin bagi warga yang
mengalami peristiwa itu maupun keluarga yang ditinggalkan. Dari segi fisik,
banyak bangunan yang dirusak dan dibakar masa menyebabkan banyaknya ganti rugi
yang harus ditanggung untuk mengembalikan bangunan-bangunan penting, khususnya
di Solo.
Daftar Pustaka
Koran Solo Pos tanggal 20 Oktober 2011, dengan artikel
berjudul Solo bukan lagi kota bersumbu
pendek
koran Solo
Pos tanggal 14 Mei 1998, dengan artikel berjudul “Pak Harto bersedia diganti”
http://lilyistigfaiyah.blogspot.com/2012/09/penyimpangan-pada-masa-orde-baru.html
http://karw21anto.wordpress.com/tugas-2/semester-1/bentuk-bentuk-penyimpangan/
http://id.wikipedia.org/wiki/Soeharto
0 comments:
Post a Comment