A.
Pendahuluan
a.
Latar
Belakang
Kepemimpinan Soeharto adalah masa yang paling lama menjabat
menjadi presiden. Di Indonesia Soeharto menjabat menjadi presiden selama 32
tahun. dari masa ke masa Soeharto dipercaya oleh masyarakat. Orde baru adalah
masa setelah berhentinya masa orde lama yang dipimpin oleh Soekarno. Orde baru
merupakan masa saat Soeharto menjabat sebagai presiden Indonesia. Pada
pertengahan tahun 1997, terjadi banyak krisis ekonomi di Asia, termasuk juga di
Indonesia. Krisis ini disebabkan oleh keterikatan sistem ekononi Indonesia atau
global dimana IMF, Bank Dunia, dan lembaga keuangan lain yang menjadi salah
satu sumber keuangan Indonesia dalam pembiayaan pembangunan nasional. Krisis
ekonomi ditandai dengan jatuhnya nilai mata uang rupiah bersamaan dengan
melambungnya nilai mata uang dollar serta diikuti dengan melambungnya
harga-harga kebutuhan sembako, harga minyak, gas dan komoditas ekspor lainnya
yang semakin jatuh. Juga pada pemerintahan Soeharto, dimana terjadi inflasi
mencapai 700% sehingga mata uang Indonesia melonjak dan harga dollar sangat
tinggi,
Melihat
perekonomian Indonesia yang sangat melemah itu, timbul gerakan mahasiswa untuk
menurunkan Soeharto sebagai Presiden Indonesia. Soeharto sudah terlalu lama
menjabat sebagai presiden RI, yakni selama 32 tahun. Gerakan Mahasiswa
Indonesia 1998 adalah puncak gerakan mahasiswa yang ditandai dengan tumbangnya
orde baru dan lengsernya Presiden Soeharto dari kursi kepresidenan, tepatnya
pada tanggal 21 mei 1998. Gerakan diawali dengan terjadinya krisis moneter di
pertengahan tahun 1997. Harga-harga kebutuhan melambung tinggi, daya beli
masyarakat pun berkurang. Tuntutan mundurnya Soeharto menjadi agenda nasional
gerakan mahasiswa. Gerakan mahasiswa dengan agenda reformasi mendapat simpati
dan dukungan dari rakyat.
b.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
kepemimpinan Soeharto saat menjadi Presiden Indonesia saat itu?
2. Apa saja
penyimpangan Orde Baru?
3. Bagaimana
kronologi dari aksi mahasiswa Solo dalam melengserkan Soeharto?
4. Dampak apa
yang ditimbulkan saat itu?
5. Bagaimana
terjadinya pelengseran Soeharto?
c.
Tujuan
1. Menjelaskan
tentang pemerintahan Soeharto dan penyimpangannya.
2. Menjelaskan
aksi mahasiswa Solo dalam melengserkan Soeharto.
3. Menunjukkan
dampak yang ditimbulkan setelah terjadinya aksi mahasiswa.
4. Menjelaskan
tentang pelengseran Soeharto.
5. Menjelaskan
tentang peranan mahasiswa setelah masa orde baru dan pasca Orde Baru.
B.
Pembahasan
·
Kepemimpinan
Soeharto
Soeharto menggagas konsep Trilogi Pembangunan, yakni pertumbuhan
ekonomi, pemerataan ekonomi dan stabilitas politik untuk mensukseskan agenda
pembangunan nasional ala Orde Baru. Soeharto lalu disebut sebagai Bapak
Pembangunan.
Langkah pertama membangun ekonomi adalah mengupayakan
pertumbuhan ekonomi sebab hal itu merupakan parameter/indikator penting untuk
mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi nasional. Pertumbuhan secara otomatis
akan menghasilkan pemerataan dalam pembangunan. Konsep Trickle Down Effect
percaya, hasil-hasil pertumbuhan secara alami akan didistribuskan secara merata
ke seluruh masyarakat melalui mekanisme tetesan/rembesan ke bawah. Tampak,
penguasa Orba memadukan pendekatan keamanan (security approach) dan pendekatan
kesejahteraan (prosperity approach) untuk memastikan agenda pembangunan
nasional berjalan sukses.
Tetapi itu tidak membuat kesejahteraan dan keadilan
bagi seluruh rakyat Indonesia, yang terjadi justru sebaliknya. Pembangunan Orde
baru hanya menciptakan kesenjangan ekonomi (economic gap) antarwarga. Jumlah
orang miskin terus menanjak naik, sementara jumlah orang kaya hanya segelintir.
Distribusi kekayaan nasional hanya dikuasai dan berputar di sekitar pusaran
kekuasaan penguasa Orba dan kroni-kroninya. Kaum kaya bisa dipastikan adalah
mereka yang memegang kekuasaan atau para pengusaha yang dekat dengan penguasa.
Orang kaya jaman Orba adalah mereka yang memiliki kedekatan dan punya akses ke
penguasa Orba. Kekayaan pengusaha Orba diperoleh karena adanya katabelece atau
privelese (keistimewaan khusus) dari penguasa Orba. Sebagai imbalannya,
penguasa menerima upeti dari pengusaha. Ororitas bisnis mengalir dari penguasa
ke pengusaha, uang pengusaha mengalir ke atas masuk rekening pejabat negara.
Bersamaan dengan itu, praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) merajalela
akibat penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power).
Perlahan-lahan Soeharto berubah menjadi penguasa
totaliter. Posisi Presiden menjadi sakral dan dikultuskan, hingga pantang
dikritik. Implikasinya, bukannya berhasil membangun demokrasi dan mewujudkan
kesejahteraan-keadilan, Orba justru memperlebar kesenjangan ekonomi,
memiskinkan rakyat dan memasung demokrasi. Kediktatoran militeristik ala
Orba telah menghilangkan peranan dan partisipasi rakyat dalam pembangunan.
Padahal demokrasi adalah prasyarat bagi lahirnya partisipasi rakyat dalam
pembangunan. Melalui mekanisme kontrol dan partisipasi publik, rakyat bisa
mengawasi-mengawal proses pembangunan agar berjalan on the right track.
·
Penyimpangan
Orde Baru
Bentuk-bentuk
penyimpangan UUD 1945 pada masa Orde Baru meliputi, antara lain:
1. Terjadi
pemusatan di tangan Presiden, sehingga pemerintahan dijalankan secara otoriter.
2. Berbagai
lembaga kenegaraan tidak berfungsi sebagaimana mestinya, hanya melayani
keinginan pemerintah (Presiden).
3. Pemilu
dilaksanakan secara tidak demokratis, pemilu hanya menjadi sarana untuk
mengukuhkan kekuasaan Presiden, sehingga Presiden terus menerus dipilih
kembali.
4. Terjadi
monopoli penafsiran Pancasila, ditafsirkan sesuai keinginan pemerintah untuk membenarkan
tindakan-tindakannya.
5. Pembatasan
hak-hak politik rakyat, seperti hak berserikat, berkumpul, dan berpendapat.
6. Pemerintahan
campur tangan terhadap kekuasaan kehakiman, sehingga kekuasaan kehakiman tidak
merdeka.
7. Pembentukan
lembaga-lembaga yang tidak terdapat dalam konstitusi, yaitu kopkamtib yang
kemudian menjadi Bakorstanas.
8. Terjadi
Korupsi Kolusi Napolisme (KKN) yang luar biasa parahnya sehingga bisa merusak
segala aspek kehidupan, dan berakibat pada terjadinya krisis multimensi.
·
Aksi
mahasiswa Solo
Aksi mahasiswa Solo untuk menuntut reformasi dimulai pertama kali
tanggal Kamis, 5 Maret 1998. Ratusan mahasiswa yang menamakan diri Solidaritas
Mahasiswa Peduli Rakyat (SMPR) UNS berunjuk rasa di Buvelar Kampus UNS. Dalam
artikel berjudul Gerak Reformasi
Mahasiswa Solo dalam koran Solo Pos Maret 1998, dapat dilihat mahasiswa UNS
dan UMS melakukan demo untuk pertama kali yang diikuti ribuan massa dan
didukung segenap sivitas akademika. Di UNS, 5000 mahasiswa mengikuti aksi
mimbar besar yang bebas yang digelar di Keluarga Mahasiswa UNS didepan Gedung
Rektorat Kampus Kentingan. Rektor Prof. Drs. Haris Mudjiman MA, serta sejumlah
dosen dan alumi UNS turut mendukung aksi. Sedangkan di UMS , sekitar 5000
mahasiswa unjuk rasa di depan kampus Pabelan. Rektor UMS Prof. Drs. H Dochak
Latief juga turun memimpin demo. Semenjak itu demo di Solo mulai marak.
Situasi politik nasional belum bisa membuat menambah bara
aksi-aksi mahasiswa di Solo. Bahkan, demonstrasi tidak hanya diikuti mahasiswa
atau sivitas akademika lainnya. Pelajar dan masyarakat umum pun mulai terlihat
bergabung. Tuntutan mereka tidak lagi sekedar untuk turunkan harga atau
refolusi ekonomi, tetapi sudah mengarah pada penolakan HM Soeharto sebagai
Presiden RI periode 1998-2003.
Aksi KM UNS atau SMPTA (Solidaritas Mahasiswa Pecinta Tanah Air)
bertajuk Aksi Keprihatinan Nasional’98,
17 Maret 1998, tercatat sebagai bentrokan pertama yang menyebabkan banyak
korban. Dalam aksi tersebut, puluhan mahasiswa luka-luka dan sekurang-kurangnya
23 orang diantaranya terpaksa dilarikan ke RSUD Dr Moewardi. Kasus itu
mengundang kedatangan Komnas HAM ke Solo. Lama-kelamaan demo tidak hanya milik
UNS dan UMS saja, tetapi nyaris dilakukan semua perguruan tinggi dan pendidikan
tinggi yang ada di Kota Bengawan. Bulan Mei 1998, sering terjadi bentrokan
panas antara mahasiswa dengan aparat.
Tanggal 8 Mei 1998, terjadi bentrokan di kampus UNS. Aksi
keprihatinan yang digelar Solidaritas Mahasiswa Peduli Rakyat (SMPR), sekitar
10000 demonstran melempari aparat dengan batu dan bom molotov. Sementara aparat
membalas dengan pentungan dan tembakan peluru karet serta lontaran gas air
mata. Akibatnya 400 demonstran cedera dan 31 aparat cedera.
Hari Kamis 14 mei 1998, ribuan mahasiswa UMS menggelar demo
keprihatinan atas tewasnya Mozes dan Gatutkaca dan Tragedi Trisakti. Sekitar
pukul 09.30 WIB, ribuan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Solo mulai
berkumpul di Kampus Pabelan. Mereka bergerak maju ke depan kampus dan berjalan
menuju Jalan Raya Solo-Kartasura. Aparat kepolisisan dari polres Sukoharjo
membendung mahasiswa yang bergerak maju ke Jalan Raya Solo- Kartasura tetapi
mahasiswa gagal maju karena aparat membangun barikade kayu dengan kawat
berduri. Suasana berganti ricuh setelah ada pelembaran batu dan penembakan gas
air mata. Dua mahasiswa melakukan negoisasi tetapi belum sempat mendapat kesepakatan,
bentrokan belum dapat dihentikan. Mereka menjadi serbuan aparat menimbulkan
mahasiswa lain marah. Puncak kemarahan massa terjadi saat apart menginjak-injak
seorang demonstran yang tergeletak tak berdaya di tengah Jl Raya
Solo-Kartasura.
Kemudian mahasiswa bergerak ke arah timur menuju kota Solo, sambil
meneriakkan kejengkelan atas tindakan aparat terhadap mahasiswa. Inilah awal
dari kerusuhan “Mei Kelabu” yang menghanguskan sekaligus menghancurkan Kota
Bengawan yang sedang bersiap-siap menjadi Kota Internasional. Dari Kleco, massa
berjalan ke timur. Sesampai di depan showroom
dan dealer resmi mobil Timor, terdengar suara “hancurkan”. Seketika puluhan
massa melempari batu hingga seluruh kaca showroom
berantakan. Masa bergerak ke showroom
Bimantara. Kaca beserta mobil didalamnya dilempari. Kemudian menuju ke KA
Purwosari, seluruh pot tanaman, lampu dan tiang bendera yang berada dijalan
dirobohkan hingga merintangi jalan. Begitu pun di Bank BHS Purwosari, Bank
Ratu, Bank Duta serta Bank Internasional Indonesia (BII). Jumlah masa semakin
membesar jadi ribuan orang, setelah masyarakat ikut bergabung. Pelemparan batu
mulai meningkat setelah perempatan Gendengan juga deretan rumah dan pertokoan
di Jl. Slamet Riyadi.
Pembakaran mulai dilakukan setelah masa bergerak di Kantor BCA,
Gladak. Sebuah mobil yang diparkir dipinggir jalan dibakar massa. Kemudian
mobil di Bank Danamon, dan di Bank Indonesia. Balaikota dan PT Telkom tidak
menjadi sasaran menyusul kedatangan sepasukan Kostrad. Kemudian masa terpecah.
Sebagian menuju kompleks pertokoan Matahari Benteng. Disana mereka melempari
kaca, menjarah dan membakar ATM Bank PSP. Sementara masa di depan Balaikota
sekitar puluhan ribu orang masuk ka Jl Urip Sumoharjo. Massa menyasar Bank Bumi
Artha, Bank Buana, bekas Bank Bali serta dua mobil di depan Losmen Trio ikut
dibakar massa. Selain itu masa dari Nusukan, gading, Tipes, Jebres, serta
hampir semua kota terjadi aksi serupa.
Kerusuhan semakin meluas. Massa hampir seluruh kota turun ke jalan melakukan pelemparan dan pembakaran
bangunan maupun mobil dan motor serta terjadi penjarahan. Di kawasan Panggung
Jebres, sebuah showroom Timor dihancurkan dan mobil-mobil dibakar. Hotel Asia
dan gudang disebelahnya juga ikut
dibakar massa. Asap mengepul dimana-mana. Jalan Slamet Riyadi yang semula hanya
terjadi pelemparan, telah berganti pembakaran. Diantaranya Wisma Lippo Bank dan
Toko Sami Luwes. Supermarket Matahari Super Ekonomi (SE), serta Cabang Pembantu
(Capem) Bank BCA di Purwosari turut dibakar. Sedangkan warga Solo bagian utara,
ribuan massa membakar Terminal Bus Tirtonadi. Sementara di bagian Barat Solo,
massa juga merusak Kantor Samsat, Jajar. Serta puluhan rumah disepanjang Jl.
Adisucipto, gudang cola-cola ikut dijarah massa. Di Solo bagian selatan, di
wilayah pertokoan Coyudan, Bank Putera juga dibakar massa.
Akibat kerusuhan tersebut, banyak warga kesulitan untuk mendapat
angkutan seperti angkot dalam kota, bus-bus kota. Solo malamnya pun juga
terlihat gelap karena terjadi pemadaman disebagian besar kota. Kota itu
terlihat seperti kota mati yang tidak terlihat aktifitas kehidupan seperti
biasanya.
Aksi masih berlanjut pada Jumat Mei 1998, massa membakar kawasan
Gladag, Toserba Ratu Luwes, Luwes Gading, Pabrik Plastik, dll. Sementara SMPR
UNS melakukan long march dari UNS
menuju Balaikota. Kerusuhan juga merambat ke kota sekitarnya seperti Sukoharjo,
Karanganyar, Boyolali, Delanggu dan Sragen.
·
Keterangan
Warga Solo Saat Terjadi Kerusuhan 1998
Dalam peristiwa kerusuhan di Solo banyak masyarakat Solo yang
merasakan dampaknya. Terutama yang dirasakan oleh masyarakat Solo sendiri.
Seperti halnya yang dirasakan oleh Bapak Mulyono, salah seorang warga Solo.
Menurutnya gerakan mahasiswa itu merupakan gerakan terbesar yang beliau alami.
Selama beliau tinggal di Solo, baru tahun 1998 yang membuat rakyat dan
mahasiswa bersatu untuk mendapatkan haknya sebagai rakyat. Mereka berjalan
menyusuri jalan-jalan di Solo melakukan aksi demo untuk meminta Soeharto turun.
Gerakan itu dimulai dari mahasiswa UMS dan bergabung dengan mahasiswa UNS serta
dengan warga Solo sendiri. Mereka melakukan pengrusakan disepanjang jalan yang
dilalui. Toko-toko kelontong khususnya milik orang Cina menjadi sasaran utama.
Swalayan seperti Ratu Luwes dibakar masa. Serta toko-toko lain juga banyak yang
dibakar masa.
Dari keterangan Bapak Mulyono pun bisa dirasakan kerusuhan 1998
itu sangat mengerikan. Banyak sekali toko-toko yang dibakar massa juga dijarah
massa. Massa saat itu terlihat anarkis dengan melakukan pengrusakan
dimana-mana. Banyak tempat-tempat yang dibakar massa seperti bank-bank,
toko-toko, showroom mobil, hotel,
swalayandan juga fasilitas umum yang disediakan. Aparat yang dikerahkan untuk
menghentikan aksi mahasiswa itu tidak lagi dapat membendung karena banyaknya
para demonstran. Gabungan dari mahasiswa di seluruh Solo serta warganya semakin
membuat aparat kebingungan.
Selain itu, menurut beliau kerusuhan 1998 di Solo itu melumpuhkan
kehidupan di Solo. Solo seakan menjadi “Kota Mati atau lumpuh”. Pada malam hari
setelah kejadian itu, beliau mengelilingi kota Solo dimana tidak terlihat
aktivitas dari warga Solo. Selain itu juga jalan-jalan terlihat sepi. Tidak
terlihat lalu lintas dari para pengendara. Untuk berpergian pun tidak terlihat
adanya angkutan umum yang lewat. Pagi harinya, banyak karyawan yang belum bisa
bekerja karena tempat mereka bekerja menjadi amukan massa. Selain itu, terlihat
banyak pedagang yang membersihkan tokonya dan menyelamatkan barang-barang yang
masih bisa digunakan. Aktivitas jual beli pun tidak terlihat di Solo.
Dampak juga dirasakan oleh warga Solo, yakni Ibu Nuryati. Sebagai
ibu rumah tangga beliau merasakan dampak dari kerusuhan ini. Selama
pemerintahan Soeharto pun beliau merasakan krisis yang dialami Indonesia. Awal
pemerintahannya, Soeharto terlihat sangat berwibawa dan dipercaya akan membawa
Indonesia ke arah yang lebih baik. Tetapi harapannya tidak terwujudkan.
Harga-harga barang pokok selalu naik dari waktu ke waktu. Beliau juga
kebingunan dalam menata tata keuangan untuk keluarganya. Penghasilan yang didapat
tidak mengalami kenaikan, tetapi barang-barang harganya melambung tinggi.
Selain itu, masa pemerintahan Soeharto juga tidak ada subsidi gratis untuk
kesehatan, pendidikan. Beban yang dirasakan oleh masyarakat sangat berat.
·
Dampak yang
Ditimbulkan
Dampak yang
ditimbulkan akibat turunya Soeharto dengan aksi demo mahasiswa yakni:
·
Banyak yang hilang pekerjaan akibat tempat-tepat
bekerja dirusak ataupun di bakar
·
Kerugian materil yang tidak dapat dihitung lagi.
·
Banyak korban yang menderita fisik dan psikis, apalagi
korban dari tindak kekerasan seksual.
Menurut data
yang didapatkan dari koran Solo Pos dengan artikel berjudul “Perbankan Tunda
Ekspansi”, aksi mahasiswa yang melakukan pengrusakan dan pembakaran menyebabkan
kerugian yang sangat besar, berikut data yang didapat:
Perkiraan
Kerugian material peristiwa Solo 14-15 Mei 1998
|
No
|
Uraian
|
Nilai
kerugian (Rp)
|
1
|
Plasa/ Supermarket
|
189.637.500.000
|
2
|
Dealer dan showroom
|
98.783.700.000
|
3
|
Toko-toko dan showroom
|
83.330.070.000
|
4
|
Pabrik
|
36.262.050.000
|
5
|
Bank
|
19.802.825.000
|
6
|
Bus dan garasi
|
14.298.750.000
|
7
|
Hotel dan restoran
|
5.906.450.000
|
8
|
Tempat hiburan dan Bioskop
|
5.128.500.000
|
9
|
Pemukiman dan fasilitas
|
4.385.100.000
|
Jumlah
|
457.534.945.000
|
·
Berakhirnya
Orde Baru
Setelah beberapa demonstrasi, kerusuhan,
tekanan politik dan militer, serta berpuncak pada pendudukan
gedung DPR/MPR RI, Presiden Soeharto
mengundurkan diri pada 21 Mei 1998 untuk menghindari perpecahan dan meletusnya
ketidakstabilan di Indonesia. Pemerintahan dilanjutkan oleh Wakil Presiden
Republik Indonesia, B.J. Habibie. "Saya memutuskan untuk menyatakan
berhenti dari jabatan saya sebagai Presiden RI, terhitung sejak saya bacakan
pernyataan ini pada hari ini, Kamis 21 Mei 1998," ujar Soeharto saat membacakan surat pengunduran
dirinya. Dalam pemerintahannya yang berlangsung selama 32 tahun lamanya, telah
terjadi penyalahgunaan kekuasaan termasuk korupsi dan pelanggaran HAM. Hal ini merupakan salah satu faktor
berakhirnya era Soeharto.
Menurut
artikel yang dimuat di Solo Pos, pada tanggal 22 Mei 1998 dengan artikel
berjudul “Sujud Syukur Para Reformis”, ribuan mahasiswa Solo melakukan demo
besar-besaran pada tanggal 20 Mei 1998. Puluhan ribu mahasiswa memadati Kantor
Balaikota Solo untuk menuntut turunnya Presiden Soeharto. Mereka akan terus
bertahan sampai Soeharto mendur dari kursi kepresidenan. Akhirnya keesokan
harinya (Kamis, 21 Mei 1998) sekitar pukul 09.15 WIB menjadi tonggak kemenangan
mahasiswa untuk menuntut reformasi. Soeharto menyatakan secara resmi untuk
mundur dari jabatan presiden RI, yang disiarkan langsung oleh semua stasiun TV.
Para mahasiswa yang berada di lobi DPRD Solo, langsung bersorak dan melakukan
sujud syukur di lapangan terbuka depan Gedung Balaikota. Mereka menagis haru,
saling peluk antar aktifis pro reformasi dan menari penuh kemenangan. Ada juga
orang yang melakukan cukur gundul sebagai ungkapan syukur. Dengan berhentinya
Soeharto sebagai Presiden RI, maka berakhirlah masa orde baru, dimana muncul
era reformasi.
Runtuhnya Orde Baru yang kepemimpinanya selama 32 tahun
tidak lepas dari peranan mahasiswa, yang telah memperjuangkan hak rakyat
meskipun harus bertentangan dengan razim pemerintah. Mahasiswa sebagai kaum
yang merasa harus bertindak ketika hak rakyat dan bangsa mereka hampir
dikatakan sudah tudak ada. Pergatian era dari Orde Lama ke Orde Baru bukan
memperbaiki sisi pemerintahan Indonesia melaikan keterpurukan, ini ditunjukan
dengan semakin susah hidup rakyat menengah kebawah dan terjaminnya hidup rakyat
menengah keatas. Hal ini menunjukkan ketimpangan yang sangat berarti, bagaimana
sikap pemerintah yang hanya memperhatikan kaum-kaum tertentu.
·
Peran Mahasiswa Pasca Orde Baru
Era Reformasi atau Orde Reformasi sering disebut
sebagai “Era Pasca Orde Baru”. Pada masa ini mahasiswa kembali bebas
mengekspresikan dirinya sebagai agen kontrol dan agen perubahan
tatanan demokrasi hingga dihasilkan tatanan politik Indonesia pasca reformasi yang lebih demokratis yang diakui oleh
dunia internasional.. Mahasiswa adalah sosok yang suka berkreasi,
idealis dan memiliki keberanian serta menjadi inspirator dengan gagasan
dan tuntutannya. Namun, format kehidupan mahasiswa saat ini, sedikit banyak
telah terpengaruh oleh sistem kehidupan yang berlaku sekarang, yaitu sistem demokrasi kapitalis.
Kekuasaan pemerintah yang otoriter akhirnya berakhir, dan
era baru dimulai. Kebebasan berpendapatpun akhirnya bisa dirasakan rakyat.
Negara yang dulu masyarakatya hidup dibawah tekanan, kini bebas menyampaikan
aspirasinya dan berbentuk demokrasi. Proses
reformasi pada tahun 1998 telah berdampak besar dalam kehidupan masyarakat di
Indonesia. Secara umum, terdapat beberapa perubahan sosial yang terjadi:
1. Jatuhnya
rezim Orde Baru yang telah berkuasa selama 32 tahun. Selama berkuasa, rezim
Orde Baru selalu mengedepankan tindakan represif dalam menjaga kelanggengan
kekuasaannya. Mundurnya presiden Soeharto telah menjadi tolok ukur dari dari
perubahan tersebut. Namun, banyak pula kalangan melihat bahwa mundurnya
Soeharto tidak akan memberikan kontribusi terhadap perubahan yang diinginkan.
2. Struktur
pemerintahan. Dalam berbagai tuntutannya, mahasiswa menganggap bahwa struktur
pemerintahan di masa Orde Baru menjadi instrumen penindasan terhadap
masyarakat. Ini jelas sangat dirasakan oleh para mahasiswa yang telah dibungkam
melalui pemberlakuan Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi
Kemahasiswaan (NKK/BKK). Selain itu, mahasiswa menilai bahwa aparat negara,
militer pada khususnya juga menjadi alat pelanggeng kekuasaan. Oleh karena itu,
tuntutan yang muncul dari mahasiswa adalah mengembalikan posisi militer pada
fungsinya. Salah satu contoh perubahan adalah dicabutnya dwifungsi ABRI.
3. Perubahan
sistem politik di Indonesia. Walaupun sering dikatakan bahwa paham yang dianut
oleh sistem politik Indonesia adalah demokrasi, ini jauh berbeda dengan apa
yang dirasakan oleh masyarakat. Perbedaan pendapat yang kerap kali dianggap
mengganggu stabilitas menjadi hal yang dilarang di masa Orde Baru. Aspirasi
politik dari masyarakat kemudian dipersempit dengan sistem tiga partai yang
jelas tidak berpihak pada masyarakat. Oleh karena itu salah satu tuntutan
mahasiswa pada tahun 1998 adalah melakukan pemilihan umum (pemilu) dalam waktu
dekat. Salah satu contoh perubahan dekat adalah pelaksanaan sistem pemilihan
umum langsung yang dilaksanakan pada tahun 2004.
Namun mahasiswa saat ini lebih terkesan acuh dan tidak peduli
dengan lingkungan sekitarnya apalagi masalah bangsanya. Hanya segelitir
mahasiswa yang masih mementingkan rakyat selebihnya justru mementingkan diri
sendiriSemangat nasionalisme dan jiwa “sumpah pemudah” seakan mulai memudar dan
kemudian hilang, mahasiswa semakin pasif dan menerima semua keputusan pemimpin
tanpa ada gerakan apapun. Sekarang yang justru bebas berpendapat mengapa tidak
dimanfaatkan oleh mahasiswa. Untuk mengembalikan rasa peduli terhadap sesama sulit
diwujudkan.
Demo-demo yang dilakukan mahasiswa terkesan anarkis dan justru
membahayakan banyak pihak. Suasana seperti ini menimbulkan asumsi yang kurang
baik dari masyarakat. Menyampaikan pendapat dan tuntutan tidak hanya dilakukan
dengan cara yang anarkis untuk menarik perhatian, dapat juga dilakukan melaui
tulisan-tulisan.
Saat ini, mahasiswa terkesan lebih takut menyampaikan aspirasi
mereka, akibatnya lebih banyak diam dan menunggu. Dalam setiap perjuangannya,
mahasiswa mesti selalu berpegang teguh pada nilai-nilai di atas. Melalui
kemampuan intelektualnya yang dimiliki mahasiswa mengakomodasi harapan
dan idealisme masyarakat yang kemudian terbentuk dalam ide-ide atau gagasannya.
Ide dan gagasan itu merupakan kontribusi paling bermakna dalam cita-cita
pembaharuan dalam konteks kebangsaan. Kekuatan inilah yang menjadi semangat
dasar perjuangan pemuda / mahasiswa yang telah melahirkan ide-ide sumpah
pemuda.
Dapat dikatakan bahwa semangat juang yang dirasakan pada saat Orde
baru dan semangat perjuangan memerangi razim pemerintah hanya dapat bertahan
dalam waktu sesaat, yaitu pada saat sedang terjadi kecurangan ditubuh
pemerintahan. Selebihnya hanyalah semangat yang semakin lama semakin pudar,
gerakan mahasiswa yang mereformasi Indonesia pada saat itu hanya menemukan
momentumnya sementara saja, lalu semangat tersebut seakan tidak pernah ada.
Partisipasi mahasiswa di masa sekarang berbeda jauh dengan partisipasi di era
sebelumnya. Namun dengan berkembangnya globalisasi dan teknologi, pola pikir
setiap manusiapun berubah, inilah salah satu penyebab berurangnya sikap
nasionalisme dan kepedulian terhadap bangsa. Sehingga semangat juang yang dulu
kuat kini semakin rapuh seiring perkembangan globalisasi dan perilaku instan
manusia.
Meskipun keadannya berbeda jauh dari era sebelumnya,
dengan menyimak peranan mahasiswa dari masa ke masa maka tentu saja partisipasi
dan gerakan mahasiswa tidak boleh berhenti sebelum tercapainya suatu perubahan
didalam tatanan kehidupan masyarakat seperti yang dicita-citakan selama ini.
Generasi boleh saja berganti dan berubah namun semangat dan cita-cita serta
idealisme tetap harus dipertahankan dan jangan biarkan hal tersebut terbawa
arus globalisasi.
C.
Penutup
Kesimpulan
Masa orde baru adalah masa dimana Indonesia
mengalami krisis yang berkepanjangan. Tahun 1998 adalah puncak dari
pemerintahan orde baru. Tahun 1998 adalah tahun dimana banyak kerusuhan di
banyak tempat. Para mahasiswa turun ke jalan melakukan demonstrasi. Tujuannya
adalah untuk melengserkan Soeharto dari posisi menjadi Presiden Indonesia.
Soeharto dianggap sudah terlalu lama memimpin negeri ini dan sudah dianggap
tidak mampu lagi menjadi presiden. Utang bangsa Indonesia kepada luar negeri
terlalu besar dan kemakmuran rakyat belum sepenuhnya merata. Pada bulan Mei
1998 adalah puncak dari kerusuhan mahasiswa. Misalnya yang berada di Jakarta
dan Solo. Di Jakarta ada beberapa mahasiswa yang ditembak mati oleh aparat yang
semakin membuat para mahasiswa semakin marah. Sementara di Solo, mahasiswa
membakar dan merusak fasilitas yang ada. Sehingga Solo seperti kota lumpuh yang
tidak ada kehidupan.
Kerusuhan
ini membuat banyak kerugian baik itu secara jasmaniah dan rohaniah. Dari segi
jasmaniah, banyak orang yang luka-luka bahkan ada beberapa yang meninggal
dunia. Sedangkan dari segi rohaniah, membuat tekanan batin bagi warga yang
mengalami peristiwa itu maupun keluarga yang ditinggalkan. Dari segi fisik,
banyak bangunan yang dirusak dan dibakar masa menyebabkan banyaknya ganti rugi
yang harus ditanggung untuk mengembalikan bangunan-bangunan penting, khususnya
di Solo.
Runtuhnya Orde Baru tidak lepas dari peranan mahasiswa, yang
telah memperjuangkan hak rakyat meskipun harus bertentangan dengan razim
pemerintah. Mahasiswa sebagai kaum yang merasa harus bertindak ketika hak
rakyat dan bangsa mereka hampir dikatakan sudah tudak ada. Pergatian era dari
Orde Lama ke Orde Baru bukan memperbaiki sisi pemerintahan Indonesia melaikan
keterpurukan, ini ditunjukan dengan semakin susah hidup rakyat menengah kebawah
dan terjaminnya hidup rakyat menengah keatas. Hal ini menunjukkan ketimpangan
yang sangat berarti, bagaimana sikap pemerintah yang hanya memperhatikan
kaum-kaum tertentu.
Dengan runtuhnya orde baru, maka aspirasi rakyat akhirnya
bisa tersampaikan. Pasca Orde Baru, rakyat bisa dengan bebas menyampaikan
pendapatnya. Perubahan setelah berakhirnya Orde Baru:
1. Selama
berkuasa, rezim Orde Baru selalu mengedepankan tindakan represif dalam menjaga
kelanggengan kekuasaannya. Mundurnya presiden Soeharto telah menjadi tolok ukur
dari perubahan tersebut. Namun, banyak pula kalangan melihat bahwa mundurnya Soeharto
tidak akan memberikan kontribusi terhadap perubahan yang diinginkan.
2. Struktur
pemerintahan. Dalam berbagai tuntutannya, mahasiswa menganggap bahwa struktur
pemerintahan di masa Orde Baru menjadi instrumen penindasan terhadap
masyarakat. Ini jelas sangat dirasakan oleh para mahasiswa yang telah dibungkam
melalui pemberlakuan Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi
Kemahasiswaan (NKK/BKK). Selain itu, mahasiswa menilai bahwa aparat negara,
militer pada khususnya juga menjadi alat pelanggeng kekuasaan. Oleh karena itu,
tuntutan yang muncul dari mahasiswa adalah mengembalikan posisi militer pada
fungsinya. Salah satu contoh perubahan adalah dicabutnya dwifungsi
ABRI.Perubahan sistem politik di Indonesia. Walaupun sering dikatakan bahwa
paham yang dianut oleh sistem politik Indonesia adalah demokrasi, ini jauh
berbeda dengan apa yang dirasakan oleh masyarakat. Perbedaan pendapat yang
kerap kali dianggap mengganggu stabilitas menjadi hal yang dilarang di masa
Orde Baru. Aspirasi politik dari masyarakat kemudian dipersempit dengan sistem
tiga partai yang jelas tidak berpihak pada masyarakat. Oleh karena itu salah
satu tuntutan mahasiswa pada tahun 1998 adalah melakukan pemilihan umum
(pemilu) dalam waktu dekat. Salah satu contoh perubahan dekat adalah pelaksanaan
sistem pemilihan umum langsung yang dilaksanakan pada tahun 2004.