Welcome

welcome

 

Thursday 23 April 2015

Biografi Niccolo Machiavelli (1469-1527)



Niccolo Machiavelli lahir pada tahun 3 Mei 1469 di Florence, Italia. Ia adalah seorang filsuf politik di Italia. Ayahnya seorang ahli hukum, bernama Bernando. Setelah keluarga Medici diusir dari Florence dan Savonarola jatuh dari puncak kekuasaan, Machiavelli menjadi orang kepercayaan Piero Soderini, pemimpin pemerintahan Republik Florence, sampai kejatuhan Republik atas serbuan Spanyol[1]. Ketika usia 29 tahun Machiavelli memperoleh kedudukan tinggi di pemerintahan sipil Florence[2]. Setelah itu, dia mengabdi kepada Republik Florentine, baik sebagai konselor maupun sebagai sekretaris Dewan Charge of Warfare yang disebut sebagai Ten of Liberty and Peace dan terlibat dalam berbagai misi diplomatik atas namanya, melakukan perjalanan ke Prancis, Jerman, dan di dalam negeri Italia. [3]
Karya yang paling masyhur adalah The Prince, (Sang Pangeran) ditulis 1513, dan The Discourses upon the First Ten Books of Titus Livius (Pembicaraan terhadap sepuluh buku pertama Titus Livius). Karya yang lainnya antara lain The Art of War (Seni Berperang), A History of Florence (Sejarah Florence) dan La Mandragola (suatu drama yang bagus, kadang-kadang masih dipanggungkan orang). Karya pokok yang terkenal adalah The Prince (Sang Pangeran), mungkin yang paling brilian yang pernah ditulisnya dan paling mudah dibaca dari semua tulisan filosofis. Machiavelli meninggal dunia pada 1527 pada umur 58 tahun. [4]
Terdapat tiga pandangan berbeda terhadap karya-karya Machiavelli. Pandangan pertama, menyatakan bahwa Machiavelli adalah pengajar kejahatan atau paling tidak mengajarkan immoralism dan amoralism. Pandangan ini dikemukakan oleh Leo Strauss (1957) karena melihat ajaran Machiavelli menghindar dari nilai keadilan, kasih sayang, kearifan, serta cinta, dan lebih cenderung mengajarkan kekejaman, kekerasan, ketakutan, dan penindasan. Pandangan kedua, merupakan aliran yang lebih moderat dipelopori oleh Benedetto Croce (1925) yang melihat Machiavelli sekadar seorang realis atau pragmatis yang melihat tidak digunakannya etika dalam politik. Padangan ketiga yang dipelopori oleh Ernst Cassirer (1946), yang memahami pemikiran Machiavelli sebagai sesuatu yang ilmiah dan cara berpikir seorang scientist. Dapat disebutkan sebagai “Galileo of politics” dalam membedakan antara fakta politik dan nilai moral (between the facts of political life and the values of moral judgment).

Machiavelli mencoba untuk mengambil hati Medici, tetapi usaha itu gagal. Kemudian Machiavelli terpaksa menulis dan menghasilkan karya-karya filsafat. Dia hidup menyendiri sampai tahun kematiannya yang bersamaan dengan diserangnya Roma oleh pasukan Charles V sehingga disebut sebagai tahun kematian Renaisans.[5]  Machiavelli menunjukkan bahwa seorang pangeran baru harus menciptakan aturan.[6]
Menurut Machiavelli dalam The Prince, satu-satunya persoalan adalah menaklukkannya, karena ketika diserang, kerajaan-kerajaan tersebut dipertahankan oleh adat-istiadat religius kuno, yang menjaga raja-rajanya tetap berkuasa tanpa memperdulikan bagaimana perilaku mereka. Raja-raja ini membutuhkan tentara karena mereka disangga oleh faktor-faktor yang tinggi dan tidak bisa dijangkau akal manusia. Mereka “dimuliakan dan dijaga oleh Tuhan” dan “karya orang-orang yang congkak dan bodohlah yang membahasnya.”[7]
Dalam buku Discourses on Livy dan The Prince, Machiavelli menuliskan inovasi yang berbeda yakni memisahkan teori politik dan etika. Hal itu bertolakbelakang dengan tradisi barat yang mempelajari teori politik dan kebijakan sangat erat kaitannya dengan etika seperti pemikiran Aristoteles yang mendefinisikan politik sebagai perluasan dari etika. Dalam pandangan barat, politik kemudian dipahami dalam kerangka benar dan salah, adil dan tidak adil. Ukuran-ukuran moral digunakan untuk mengevaluasi tindakan manusia di lapangan politik. Saat itu, Machiavelli telah menggunakan istilah la stato, yang berasal dari istilah latin status, yang menunjuk pada ada dan berjalannya kekuasaan dalam arti yang memaksa, tidak menggunakan istilah dominium yang lebih menunjuk pada kekuasaan privat.
Filsafat politik Machiavelli bersifat ilmiah dan empiris, yang didasarkan pada pengalaman kehidupannya sendiri, dan berbicara tentang cara untuk meraih tujuan tertentu, terlepas itu baik atau buruk. Machiavelli dikenal sebagai orang dengan kejujuran intelektualnya.[8]
Pembahasan tentang kekuasaan Paus dalam Discourses lebih panjang dan jujur. Sehingga Machiavelli memulai dan menempatkan orang-orang terkemuka  ke dalam sebuah hierarki etis. Menurutnya yang terbaik adalah para pendiri agama, para pendiri monarki, atau republik dan para sastrawan. Machiavelli berpendapat bahwa agama harus ditempatkan secara mulia di dalam negara sebagai sebuah perekat sosial: orang Romawi sebenarnya berpura-pura percaya pada ilmu nujum, dan menghukum mereka yang tidak mempercayainya. Kritik Machiavelli terhadap gereja ada dua yakni bahwa dengan perilaku jahatnya gereja telah menghancurkan kepercayaan religius dan bahwa kekuasaan temporer para paus, dengan kebijakannya yang mempengaruhi gereja, menghambat unifikasi Italia.[9]
Kritik Machiavelli diungkapkan dengan sepenuh tenaga. “Kita orang-orang Italia telah menyebabkan gereja Roma dan para pendetanya menjadi tidak religius dan jahat, tetapi berhutang banyak kepadanya, dan hal yang akan menimbulkan keruntuhan kita adalah bahwa gereja telah dan tetap saja memecah belah negara kita.”[10] Ungkapan ini telah membangkitkan masyarakat Eropa untuk bangkit dari Zaman Kegelapan (Dark Eges). Dengan demikian, semakin memperkuat masa Renaisans yang tidak dikekang lagi oleh pengaruh gereja. Rakyat bisa mengembangkan ketrampilannya sesuai kemampuan yang dimiliki. Seni semakin bisa dikembangkan dan intelektual masyarakat semakin kembali bisa digunakan, masyarakat tidak terbayang-bayangi lagi oleh kekuasaan gereja yang dominan.
Kekaguman Machiavelli terhadap Caesar Borgia hanya dalam ketrampilannya, bukan tujuannya. Kekaguman atas ketrampilan dan tindakan-tindakan yang mengangkat kemasyurannya, luar biasa pada zaman renaisans. The Prince bertujuan menarik perhatian Medici dengan penuh perasaan agar membebaskan Italia dari “orang-orang barbar” (yakni Prancis dan Spanyol), yang kekuasannya “menyengat”. Raja harus menjaga imannya ketika memang diperlukan, tetapi bukan sebaliknya. Seorang raja pada suatu saat harus mengingkari imannya. [11]
Machiavelli tidak pernah meletakkan pendapat politik apapun di atas dasar-dasar Kristen atau bibikal. Kekuasaan Machiavelli diperuntukkan bagi mereka yang memiliki ketrampilan untuk merebutnya dalam sebuah kompetisi bebas. Ada konsep-konsep politik yang baik, tiga diantaranya yakni kemerdekaan nasional, keamanan, dan sebuah konstitusi yang tertata dengan baik. Konstitusi terbaik adalah konstitusi yang membagi hak-hak hukum secara adil di antara raja, bangsawan dan rakyat sesuai dengan kekuasaan riilnya, karena dengan konstitusi ini revolusi akan sulit dilakukan dan stabilitas bisa dilaksanakan jika rakyat diberi kekuasaan yang lebih.
Machiavelli adalah salah seorang yang berpendapat bahwa orang-orang beradap merupakan orang-orang egois yang jahat. Menurut Machiavelli, akan lebih mudah mengajak orang-orang yang tinggal di gunung daripada orang-orang kota besar, karena yang terakhir ini jahat. Gereja renaisans mengejutkan setiap orang, tetapi hanya orang-orang di utara Alps yang terpengaruh sehingga melakukan Reformasi.
Machiavelli mengakui bahwa hukum yang baik dan tentara yang baik merupakan dasar bagi suatu tatatan sistem politik yang baik. Namun karena paksaan dapat menciptakan legalitas, maka dia menitikberatkan perhatian pada paksaan. hukum secara keseluruhan bersandar pada ancaman kekuatan yang memaksa seperti halnya kekerasan yang secara efektif dapat mengontrol legalitas.
Pengaruh Machiavelli terhadap Renaisans begitu besar. Di antaranya Machiavelli yang menentang gereja terlihat dalam buku the Discourse yang menyatakan secara jelas bahwa Kristianitas konvensional melemahkan manusia dari kekuatan yang diperlukan untuk menjadi masyarakat sipil yang aktif. Pada saat sebelum renaisance, gereja mendominasi segala aspek kehidupan di Eropa. Ilmu pengetahuan sangat dibatasi sehingga masyarakat saat itu tidak dapat berkembang ke arah yang lebih baik. Mereka terpengaruh oleh kegiatan keagamaan terutama pengaruh gereja.
Penulisan karya filsafat Machiavelli harusnya bisa diapresiasikan. Banyak fitnah yang melekat pada Machiavelli yang dilatarbelakangi oleh kemarahan orang-orang hipokrit yang benci untuk berkata jujur tentang perbuatan jahat yang telah dilakukannya[12]. Machiavelli menuliskan dengan apa adanya dan yang terjadi pada jamannya. Kejujuran intelektual tentang ketidakjujuran politik  semacam ini hampir tidak dapat ditemukan ditempat lain, kecuali mungkin di Yunani di antara orang-orang yang berhutang pendidikan teoritisnya pada para sofis, di Yunani klasik dan Italia Renaisans merupakan wujud politik dari jenius individual. Karya-karya yang ditulis dengan apa adanya ini akan memberi pengaruh pada masa Renaisans. Kejujuran ini mungkin akan memberi dampak positif kepada beberapa pihak, misalnya rakyatnya. Rakyat dapat melihat perlakuan penguasa yang keras dan selalu terdapat ancaman. Selain itu juga akan rakyat mengetahui raja-rajanya yang melakukan tindak kejahatan.
Pemikiran-pemikiran Machiavelli banyak menyebabkan pro dan kontra pada masyarakatnya sehingga memberi dampak kehidupan jamannya. Bagi yang setuju, mereka akan selalu mendukung pemikiran Machiavelli, sedangkan yang tidak setuju akan menolak segala pemikiran Machiavelli yang dianggap terlalu kejam dan egois. Tetapi ada sisi negatif dari kepemimpinan Machiavelli, yakni sering disalahgunakan kekuasaaannya. Ia menjadi sumber bagi aksi-aksi politik yang keji dan tidak bermoral. Banyak petualang revolusioner dan diktator mendapatkan formula kesadaran dari Machiavelli mengenai cara menyikapi apa yang mereka anggap sebagai insting. Dengan menceraikan etika dari politik, ia secara teoritis ikut melempangkan jalan bagi negara absolut dan totalitarian yang sama sekali mengabaikan hak asasi manusia.
     Sedangkan dari segi positifnya, Niccolo mengajarkan seorang penguasa untuk menjaga dan membuat rakyat setia. Tetapi karena Machiavelli terlalu terbuka dalam menyampaikan pemikirannya, beliau terkesan terlalu berambisi untuk menguasai negara dan mengabaikan rakyatnya. Sebenarnya menurut ahli yang telah mempelajarinya, Machiavelli tidak terlalu salah dalam memberikan teori, Machiavelli menjabarkan keadaan yang apa adanya. Dan terkadang memang seseorang harus sesekali berbuat kejam untuk membuat orang yang diperintahnya segan dan patuh.

Daftar Pustaka

Brown, Alison, 2009, Sejarah Renaisans Eropa. Bantul: Kreasi Wacana
Russel, Berdtrand,2002, Sejarah Filsafat Barat, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Dr. Nina H. Lubis,2003, Historiografi Barat.,Bandung: Cv Satya Historika
Djaja, Wahjudi, 2012, Sejarah Eropa; Dari Eropa Kuno Hingga Eropa Modern, Yogyakarta: Ombak
http://elsykibum.blogspot.com/2013/04/renaissance-dan-reformasi-pemikiran.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Niccol%C3%B2_Machiavelli


[1]       Bertrand Russel, Sejarah Filsafat Barat, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002),  hlm. 663
[2]       Wahyudi Djaja, Sejarah Eropa dari Eropa Kuno Hingga Eropa Modern, (Yogyakarta: Ombak, 2012), hlm. 84
[3]      Alison Brown, Sejarah Renaisans Eropa, (Bantul: Kreasi Wacana, 2009), hlm. 53  
[4]      Wahyudi Djaja, Sejarah Eropa dari Eropa Kuno Hingga Eropa Modern, (Yogyakarta: Ombak, 2012), hlm. 85

[5]      Bertrand Russel, Sejarah Filsafat Barat, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002),  hlm. 663
[6]      Bertrand Russel, Sejarah Filsafat Barat, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002),  hlm. 664
[7]      Bertrand Russel, Sejarah Filsafat Barat, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002),  hlm. 665


[8]        Bertrand Russel, Sejarah Filsafat Barat, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002),  hlm. 662
[9]        Bertrand Russel, Sejarah Filsafat Barat, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002),  hlm. 665  
[10]      Bertrand Russel, Sejarah Filsafat Barat, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002),  hlm. 666


[11]      Bertrand Russel, Sejarah Filsafat Barat, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002),  hlm. 666-667

[12]      Bertrand Russel, Sejarah Filsafat Barat, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002),  hlm. 662

0 comments:

Post a Comment

Template by:

Free Blog Templates